Jumat, 18 April 2014

DUNIA KEMBALI SEHAT


Gunung serasa menduduki kepala dan dada. Sesak. Oh rasa-rasanya pikiran teraduk gelombang. Apakah aku gila?

Hahahahaha..Tidak! Aku hanya berada di tempat gelap yang menelanku sesaat.

"Waras!"Pekik Manda. Bibirnya mengembang diikuti gelak tawa. Matanya kembali membesar dan menyipit berbarengan dengan cahaya mentari yang masuk dan sesekali tertutup diantara daun-daun. Gelas yang ia pegang lumayan tinggi tak seperti gelas yang besar selama ini. Itu adalah mainan bagi jiwa-jiwa bertaburan di bumi yang sama namun beralam beda. Aku tak paham kemana mereka selama ini seperti Manda yang selalu terpaku menatap jendela di kamar putih lantai dua itu. Manda adalah kawan lama yang dulunya selalu menemani kemana pun aku berada. Keceriaannya menghilang seperti yang kau lihat sekarang dan kegelapan itu terjadi satu tahun silam di mana kebahagiaan terengut selamanya darinya.

“Manda, aku mau beli coklat kamu mau ikut tidak?”
“Ayok, eh sekalian kita beli buku ya.”
“Okay.”
Berada di mol terbesar di Jakarta memang salah satu aktivitas menyenangkan bagi remaja. Perhiasan yang memancar serta membelah lorong-lorong panjang ditiap lantai sedap dipandang mata. Aku yakin jika kau juga berada di sana pastikan terpukau dengan beberapa benda yang memancar itu. Namun kami adalah remaja biasa dan aku bukan seseorang yang menyukai dan terlalu terpesona dengan barang mahal serta mewah. Sebagai remaja tahu level kantong, nah dan itu adalah salah satu alasan aku tak terlalu menyukai hal kemewahan.

“Yuk beli es krim itu.”
Mata terbelalak setelah mendapat tawaran manis dari Manda yaitu tepat di depan wajah harga es krim satu skop terpampang. Manda yang segera bercap-cus ria dengan wanita manis berbaju lucu ala korea pesan ini itu hanya ku ikuti dengan tubuh kaku. Sesekali tangan menarik lengan jaketnya untuk bercakap berdua berdiskusi tentang harga. Duh bukan hari mujur. Ia telah memesannya, dua pula. Aku meringis gadis ayu itu mengeluarkan uang merahnya dan mengambil kembaliannya hanya dua lembar uang berwarna ungu.

‘Yuk ke toko buku.”
Langkah tertatih beku malu, selalu Manda menjadi superhero penyelamat ketika lidah, perut, mata ingin sekali mencecap yang tak terjangkau kantong. Ia pun tak ambil pikir dengan semuanya. Akan tetapi bukan itu yang membuat kami bersahabat. Sampai kuliah kami bersama. Sampai pada waktu perpisahan itu terjadi ia pergi ke Benua Eropa untuk study lebih lanjut dan aku yang masih bertahan di bumi kelahiran hanya terpaku menatap punggungnya menjauh ketika mengantar di bandara. Satu tahun, dua tahun, tak ada kabar. Tak ada meski secuil kalimat. Yah kau tahu ketika itu pula rasa persahabatan menipis layaknya kabut yang melayang-layang di pagi hari. Disibukkan berbagai pekerjaan membuat hati ini lupa. Lupa? Aku rasa tidak! Tak ada orang yang bisa melupakan persahabatan yang telah terbentuk lama meski kadang hati menyangkal. Never!

Angin bertiup kencang pagi ini. Kurekatkan jaket yang melilit untuk menghalau udara dingin. Mendadak kabar burung itu tersebar jika perusahaan ayah Manda yang juga dekat rumahnya terbakar habis tak bersisa. Keluarganya , ayah ibunya hilang ditelan jago merah. Hati berdesir keras. Bergegas ke tempat kejadian untuk memastikan, dan itu benar. Semenjak itu Manda jatuh ke jurang tak bertepi. Gelar Doktor yang sebentar lagi ia raih di Negara Kincir Angin itu musnah kala kembali menghampiri duka dan ia tak kembali ke sana. Hanya bisa memeluknya ketika tangis yang berhari-hari mengiringi kedukaan membawanya dalam gelap. Kengerian terjadi saat ratapan pilunya berubah gelak tawa membahana. Setahun sudah semua ini berjalan. Manda yang selalu aku jenguk 3 kali seminggu mengalami peningkatan. Puncaknya adalah hari ini, cahaya-cahaya matanya mulai berkilau seperti biasanya. Terapi dengan dzikir serta bacaan ayat-ayat dari-Nya menambah semangat yang dulunya sempat redup bahkan mati. Kelegaan demi kelegaan serta angin surga yang memecah kesunyian memberikan kesyukuran tak terhingga. Manda makin berbinar. Semoga ia makin terang dan bisa menjalani kehidupan yang terbentang di depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar