Jumat, 18 April 2014

The Mistery Of Diamond : Serial Three “The War AND Final”



Langit berwarna kelabu, pekatnya awan kian memenuhi bumi kala itu. Segala daya yang Barry lakukan maupun Bibi Manda serta Michel tetap tak bisa melawan laba-laba yang terlihat aneh. Warnanya yang hitam legam taring kebiruan serta ukuran yang tak normal.
“Barry awas belakangmu!”

Barry menengok kemudian melempar laba-laba itu menggunakan tempat lilin sepanjang satu meter yang disepuh dengan kuningan.
“Bibi aku tak bisa bertahan.”pekik Barry kemudian ia berlari ke kamar yang lainnya.
Bibi Manda dan Michel mengejarnya. Mereka melesat ke atas untuk masuk ke kamar yang berada di pojok. Michel merobohkan beberapa perabot ke lantai untuk menghalau laba-laba itu mengejar. Pyar. Layaknya gelombang di laut lepas, laba-laba itu berdatangan dari segala arah. Tak terkecuali dari atap. Satu per satu pecahan genting terjun ke bawah hampir mengenai kepala mereka.
“Michel awas .”
Ucap Barry yang tengah mendorong Michel hingga terjatuh ke lantai.
“Aw,” seru Barry dan Michel yang terjatuh.
“Ayo kita ke kamar itu,” kata Bibi Manda sembari menolong kedua anak itu yang tengah terjatuh.
 Kumpulan laba-laba makin beringas. Pintu akhirnya bisa ditutup.
“10 detik Barry sepertinya ketiga kunci ini tak kuat menahan. Cepat berfikir apa yang harus kita perbuat,” tutur Michel. Barry kemudian teringat di ruangan itu ada penemuan yang ia temukan saat umurnya 6 tahun  yaitu kamar rahasia. Barry kemudian meraba tiap dinding karena ia lupa di mana tombol itu berada.
“Barry apa yang kau lakukan,”tanya Bibi Manda.
Dia tetap tak menghiraukan apa yang ditanyakan bibi Manda. Kemudian dia menghamparkan penglihatannya di setiap sudut  ruang. Matanya membelalak ke arah lemari yang ada di sisi kanan dari pintu.
“Michel bantu aku.”
Tanpa tanya apapun Michel melakukan apa yang diperintah Barry. Sekuat daya mereka menggeser lemari itu. Pintu kamar digedar-gedor oleh laba-laba yang makin menumpuk di bibir pintu. Kunci yang di sematkan terlepas satu tinggal dua kunci yang belum terlepas.
“Oh tidak!” pekik Bibi Manda. Ia telah pasrah jika jiwanya melayang setelah pintu ini terbuka.
“Aha aku temukan.” Di pencetlah tombol itu dan ada pintu yang terbuka.
“Ayo Bi kamu duluan.”
“Itu apa Barry?”
“Sudah jangan tanya apapun dari sini kita akan selamat.”
Bibi Manda tak bisa berkata dari pada menjadi santapan laba-laba raksasa sejurus ia melompat ke dalam lubang itu. Kemudian disusul Barry serta Michel.
“Aaaaaaaa.”
Teriak satu per satu dari mereka. Lorong ini sangat panjang dan gelap. Layaknya meluncur dari lubang setan hanya kegelapan yang ada serta licin.
***
Perjalanan ke negeri antah berantah yang tak tahu namanya namun indah. Banyak sekali kupu-kupu yang berterbangan. Biru,merah, kuning serta burung-burung yang berkumpul jadi satu dan seperti menari-nari dalam satu kelompok. Seruling-seruling yang disebul menyanyikan lagu-lagu yang merdu meski tanpa lirik.
“Indah sekali,”kata Jolie terpesonamelihat negeri Rowena.
“Istirahatlah pulihkan tenagamu,”pesan Puteri Rowena. “Gondito, antar Jolie ke kamarnya, berikan ia pelayanan terbaik hidangkanlah makanan yang lezat untuknya,”perintahnya kepada pelayan kerajaan.
“Baik yang mulia.”
Orang ini agak pendek. Seperti kurcaci hanya saja telinganya besar dan rambutnya yang panjang sepunggung. Rambutnya tergerai dengan selendang yang diselempangkan di sebelah kiri bahunya. Orangnya juga ramah, membuat nyaman meski berjalan cukup jauh ke kamar. Kastil yang sangat indah. Air terjun juga tak lupa berada di ujung mata. Birunya air yang mengelilingi kastil ini serta hijaunya hutan yang melingkupi , sejenak membuat lupa dengan sembilu yang menyanyat hati.
“Nyaman sekali,andai saja Barrym Bibi Manda, dan Michel berada di sini.”
Wajah Jolie berubah murung mengingat mereka yang tengah berada dalam bahaya. Orang pendek ini menggengam tangan Jolie.
“Jangan khawatir putri, kami telah mengirim pasukan kamu untuk menjemput saudaramu.”
“Iyakah?”
“Iya, beberapa menit lagi mereka pasti sampai.”
Harapan itu yang Jolie inginkan.
“Semoga apa yang kau ucapkan benar Gondito.”
Berjalan menelusuri lorong yang bersih dengan hamparan pemandangan penyejuk yang hijau di kanan kiri.
“Ini kamarmu puteri, silakan istirahat. Jika memerlkan sesuatu tinggal goyangkan lonceng yang ada di sebelah kanan ranjangmu. Saya undur diri.”
Mata Jolie terpesona dengan keindahan yang ada pada kamar itu. Tubuh yang telah lelah setelah melakukan perlawanan dengan musuhnya, ia segera beristirahat. Terlelap dibali selimut yang nyaman.
***
“Aww.”
Brug. Barry, Bibi Manda, serta Michel terlempar kekumpulan semak-semak yang ada di dalam pinggir hutan. Tampak dikejauhan rumah mereka diselimuti awan hitam.
“Barry, ayo kita bergerak sebelum mereka menyadari kita di sini.”
“Iya Barrry mari kita lanjutkan perjalanan.”
Meninggalkan rumah yang telah Bibi Manda tempati selama 30 tahun memberi pukulan yang tak menyenangkan. Pahit .
“Aku tidak tahu , namun hatiku sangat kacau.”
“Aku tahu Bi apa yang kau rasakan.”
“Iya Bi. Tak mengapa kita harus menyelamatkan diri.”
“Hei tunggu dulu, orang-orang pada kemana?”
“Oh iya, kenapa begitu sepi?”
Saling bertatapan, ada apa dengan orang-orang di wilayah ini kenapa tak ada siapa pun. Mereka berlari menuju ke ujung jalan. Ada seseorang yang sedang menebang pohon dipinggiran namun kondisinya sangat aneh. Mereka mendekati lelaki yang berperawakan besar itu. Tangannya memegang kapak. Ada kejanggalan.
“Apa seseorang yang memegang kapak nampak seperti itu?” tanya Barry yang mendekat.
“Barry, hati-hati,”tutur Michel yang sedari tadi waspada. Bibi Manda tak berani untuk mendekat, ia hanya mengawasi dari kejauhan.
“Permisi?”
Lelaki itu tetap diam dan tak bergerak. Setelah dekat Barry tertegun. Mata orang itu membelalak dan terbuka. Kulitnya kelabu serta keras seperti membatu. Mulutnya menganga. Sepertinya ia bertahan terhadap serangan karena kapak yang ia pegang seperti menahan serangan.
“Dia..dia membatu.”
“Apa!”ucap Bibi kaget.
“Barry, Bibi. Ayo pergi. Sepertinya awan itu bergerak.”
“Iya Michel.”
Mereka berlari keluar desa masuk ke dalam hutan. Perasaan Barry dan Michel tak enak apa lagi kejadian beberapa jam lalu yang membuat dia kaget mendapati mahluk besar menyeramkan di gua itu membuat mereka menghentikan langkah menuju ke dalam hutan lebih jauh.
“Bi, apa kau tak ingat jika di dalam hutan juga ada mahluk yang mengerikan?”
“Iya memang benar Barry. Tapi apa boleh buat hanya hutan ini tempat perlindungan terbaik.”
Perjalanan masih panjang, mereka berkejaran dengan waktu. Semakin ke dalam hutan udara kian dingin. Tak menahu di mana tempat bersembunyi. Tak menahu apa yang mereka cari dengan hilangnya Jolie. Tak tahu apa tujuan mereka. Namun ada alasan dari pelarian ini yaitu menyelamatkan nafas mereka dan mencari perlindungan.
“Hei tunggu dulu sepertinya jalan ini..”
Barry berhenti berlari.
“Ada apa?”tanya Bibi Manda cemas.
“Michel apa kau tak ingat?”
Michel menganguk.
“Waspadalah semua, karena ini adalah lokasi di mana kami bertemu dengan mahluk buas itu.”
Merinding. Bulu kuduk berdiri. Jantung berdegup kencang. Nafas semakin tak teratur karena takut.
“Barry, Bibi lelah.”
“Ok kita beristirahat di sini.”
Angin semilir lembut dan semakin kencang. Mendung kian menebal dan hujan. Mereka berlari mencari tempat berteduh.
“Aorrrrmm,”auman mengerikan dari mahluk itu yang kini tengah berada di depan mereka.
“Aaaaaaaaaa.”
Teriak mereka bersama.
***
Mata Jolie terbuka, tersentak karena suara teriakan dari saudaranya menyeruak. Apa ini mimpi?
Klinting. Lonceng ia goyangkan. Segera Gondito muncul.
“Iya puteri apa yang kau butuhkan?”
“A..aku tadi mendengar teriakan adikku. Apakah ini pertanda Gondito?”wajahnya cemas.
“Jangan khawatir putri. Adik puteri baru tidur di kamarnya.”
“Hah,.benarkah?”
Jolie segera beranjak, ia meminta Gondito mengantar ke kamar adiknya. Tak sabar untuk bertemu dan sampailah di ujung lorong dari kamar Jolie. Seseorang yang diberi plaster pada wjahnya terbaring kelelahan. Wajahnya yang kurus dan dikenal Jolie. Berhamburlah ia ke bibir ranjang adiknya. Perlahan Jolie mengenggam tangan Barry.
“Untunglah kau selamat Barr.”
“Kau bagaimana Kak, apakah lebih baik dariku?” ucap Barry yang masih tertutup matanya dan tersenyum ke arah Jolie sembari membuaka mata.
“Oh Barry. Aku sangat khawatir.”
“Tidak apa-apa semua baik-baik saja.”
Mereka berpelukan.
“Bibi Manda dan Michel?”
“Tenang puteri , mereka berada di ruang lainnya.”
Sebelum keluar ruang Bibi Manda dan Michel masuk ke ruang itu.
“Bibi, Michel.”
“Syukurlah kalian selamat.”
Bibi Manda mencium Jolie dan memeluknya. Puteri Rowena mendatangi mereka.
“Puteri trimakasih.”
Senyum dan anggukan Puteri Rowena memberikan wajah-wajah mereka yang lelah kembali segar.
“Jolie, kau tahu apa yang akan kau lakukan selanjutnya.”
Jolie mengangguk.
“Iya puteri. Aku siap.”
“Ada apa ini!”
“Akan ada peperangan Barry. Dan aku adalah orang yang terpilih. Liontin ini yang memilihku untuk berperang bersama.”
“Tidak Jolie!”
Ucapan Barry tak setuju dengan keputusan itu.
“Kecuali aku turut berperang.”
Seringan Barry yang penuh kejutan membuat mereka yang ada dalam ruangan itu makin semangat untuk melakukan peperangan, mengusir mereka serta mengembalikan orang-orang yang mereka kutuk. Rencana demi rencana mereka godok bersama untuk memenangkan peperangan ini.
“Gondito persiapkan semua perlengkapan. Pasukan satu, dua utus mereka dari utara. Pasukan tiga dan empat dari selatan. Pasukan lima dan enam dari timur. Dan untuk sisanya, dari barat.”
“Baik yang mulia. Titahmu akan hamba sampaikan kepada pasukan.”
Gondito kemudian menghilang. Persiapan telah matang saatnya berperang menghancurkan mereka yang jahat.
***
“Tuan, mereka sudah siap. Apakah serangan dilaksanakan sekarang?” ucap salah satu pengikut Raja kegelapan.
“Mulai.”
Pekikan keras dari mahluk kegelapan menggema di tiap penjuru.  Seringainya tajam gelegar suara mahluk kegelapan menggema. Berlari dari bukit yang satu ke bukit yang lain. Elang yang dikirim oleh Puteri Rowena melihat pergerakan mereka.
“Jolie kamu siap. Lainnya segera maju!”
“Yiaaaaaa!”
Pertempuran dimulai antar dua kubu. Bertubrukan layaknya gelombang di pantai. Menerjang karang dan berhamburan. Awan pun menjadi gelap kilat menyambar-nyambar. Semua menyatu untuk mempertahankan diri serta menghilangkan umat yang lainnya. Peperangan antara putih dan hitam segera menggoncang alam. Mata kuning itu layaknya laser menyorot ke arah Jolie. Tangannya bergetar sembari mengeratkan pegangannya pada kuda yang ia tunggangi. Dahsyatnya pedang yang melengking saling beradu. Di bawah sinar mentari yang di tutupi awan tubuh-tubuh dari dua kubu bergelimangan.
Tak ada yang mengalah semua beringas saling serang. Jolie kewalahan, Barry serta Michel yang melindunginya sampai ke tengah pertempuran tertatih-tatih menangkap tebasan sang musuh hitam. Pelindung dan kibasan pedang mereka ayunkan ke tubuh musuh. Satu, dua, tiga, sepuluh, semua di tebas. Jika tangan tak bisa meraih maka sesuatu yang jauh sesuatu yang bisa di jangkau dari jarak sekian dan sekian dilemarkan. Panah –panah kaum kegelapan menghujani pertempuran. Baju-baju perang yang mereka gunakan bisa menghalau panah-panah yang lepas dari busurnya, hanya saja seberapa lama bisa bertahan? Tak ada gading yang tak retak, begitu pula baju perang mereka.
Jolie terjatuh dari kuda yang ia tunggangi karena salah satu mahluk hitam itu menyabet kaki kuda hingga putus.
“Aww.”
Barry dan Michel mendapat serangan bertubi-tubi tak bisa menolong Jolie saat ini. Puteri Rowena yang berada di ujung  kastil membisikkan kekuatan.
“Bangunlah Jolie lakukan apa yang bisa kau lakukan. Kau bisa melakukannya. Hanya kau yang mampu melakukannya.”
Di tengah keriuhan membabi buta pedang antar pedang ia memejamkan mata, konsentrasi penuh. Mahluk kegelapan yang ada di depannya segera menghunuskan pedang. Akan tetapi keajaiban terjadi mahluk itu tak bisa bergerak setelah mendengar desisan yang tak bisa dilukiskan, layaknya mantra. Liontin itu memancarkan sinarnya.  Gemuruh halilintar, angin yang kencang, serta lengkingan suara tergema. Semua mahluk hitam itu menutup telinga karena tak tahan mendengar lengkingan. Lain halnya rakyat Rowena yang berberang tak mendengar apapun. Mereka hanya tertegun melihat mahluk kegelapan itu kesakitan. Cahaya kian berpendar dan semuanya menjadi terang. Mata tak kuat jika memandang cahaya itu. Dan mahluk kegelapan lenyap semua seperti tersedot oleh mesin waktu. Jolie kemudian tak sadarkan diri.
***
“Selamat pagi sayang, syukurlah akhirnya kamu bangun.”
Ucap Bibi Manda sembari masuk kamar Jolie membawa semangkuk sup serta jus. Jolie terbelalak menatap langit-langit kamarnya. Heran kenapa semuanya normal. Jadi semua hanya mimpi? Mahluk kegelapan? Liontin yang bersinar? Puteri Rowena? Pikirannya berputar-putar.
“Hei puteri tidur segera makan makananmu dan kita pergi ke rumah sebelah,”kata Barry seraya bersandar di bibir pintu kamar Jolie. Ia makin kebingungan.
“Iya Jolie sudah dua hari ini kamu terbujur di ranjang membuat semua orang cemas.”
“Apa kau tak ingat?”tanya Bibi kesayangannya. Jolie hanya menggeleng, kucir satunya berayun ke kiri kanan.
“Kamu terjatuh dari tangga Jolie ketika memasang balon di rumah Michel membantu mempersiapkan pesta bibinya. Dan mungkin karena salah ayahmu yang mengejutkanmu. Ia sudah datang. Tapi kamu malah pingsan.”
“Hah ayah pulang?”
Jolie terlonjak dari kasur yang empuk. Ia segera merapikan dirinya serta makan secepatnya.
“Jangan terburu nanti kau tersedak Kak.”
Barry tersenyum melihat tingkah kakaknya. Setelah semua selesai. Dan Jolie sudah rapi ia berhambur ke tiap ruang mencari ayahnya namun tak didapat. Kecewa.
“Kau mencari ayahmu?ia sudah dikediaman Claws acaranya akan dimulai.”
“Trimaksih Bi.”
Sembari mencium pipi bibinya yang tengah menyuci piring di dapur. Mendadak langkahnya terhenti.
“Bi kau ikutkan?”
“Iya, aku menyelesaikan ini dulu nanti kususul.”
Kemudian Jolie berlari ke rumah sebelah. Ia sangat bersyukur jika kejadian itu hanya berada di dalam mimpi. Setelah berada diambang pintu ia melihat ayahnya yang sedang memasang beberapa kain penutup sebagai penghias di setiap lorong.
“Ayah!”
Lelaki itu menatap ke arah suara didapatinya puterinya berlari ke arahnya.
“Jolie.”
Sembari melebarkan tangan bersiap mendekap buah hati tersayangnya. Barry yang melihat mereka dari kejauhan mendekat dan ikut berpelukan.
“Wah kalian sudah besar ternyata. Aku merindukan kalian sayang, maafkan ayah  selalu tak ada disamping kalian apa lagi ketika kebakaran gedung itu. Ayah pada waktu itu ingin kesini namun ayah tidak bisa karena kapal yang ayah tumpangi di Artik ada masalah jadi kami harus memperbaikinya. Oh maafkan aku sayang.”
Barry dan Jolie telah mengerti dan memaafkan ayahnya.
“Kami mengerti ayah, maafkan kami jika berfikir yang tidak-tidak.”
“Itu hak kalian sayang. Ayah memang bukan sosok yang baik bagi kalian.”
“Okay, so sekarang kita lupakan kejadian ini dan kita bersama-sama menatap ke depan.”ujar Barry mantap.
“Oh aku ingin memperkenalkan kalian seseorang. Ia adalah rekan kerja ayah dan umm mungkin kalian harus mengenalnya lebih dekat.”
Ayah menunjuk ke seseorang wanita berambut pirang panjang, sangat menawan. Hiasan yang disematkan di rambutnya membuatku teringat akan seseorang. Kulitnya yang putih, bibir serta pipinya kemerahan. Jolie hanya tertegun menatap wanita itu yang sedang mengiling air minum ke gelas-gelas.
“Yah dia cantik sekali,”kata Barry. “Apa dia calon istri ayah?”
Pertanyaan Barry hanya di jawab dengan senyum oleh ayahnya. Mereka mendekati wanita itu. Jolie yang hanya menatap lekat tak bersuara. Setelah berada di depannya Jolie tanpa sadar menyeletuk,”Kau sangat mirip dengan orang yang kukenal. Puteri Rowena.”
“Ow apakah puteri itu cantik seperti aku?”tanyanya sembari tersenyum.
“Oh maafkan aku, aku hanya umm..maaf.”
Jolie tak enak hati pertemuan awal beserta celetukan yang aneh. Mereka saling berbincang dan berkenalan.
“Duduk berdua di taman ini sangat menyenangkan ya Jolie?”
“Iya Miss Rowena oh maksudku Miss Rolena.”
“Aku rasa semuanya sudah normal. Semuanya berjalan dengan lancar. Dan liontin itu telah menang. Aku bangga padamu yang masih bisa mengingatku.”
Matanya menatap tepat di bintik biru Jolie. Ia tersentak.
“Jadi kau..puteri Rowena..dan aku dan semua bukan mimpi?”
“Teka-teki memang lebih menyenangkan dari pada sesuatu yang tergambar jelas. Iyakan Jolie?”
Anggukan Jolie kepada wanita itu terlihat jelas. Jadi bukan mimpi? Oh aku sangat berharap itu hanya mimpi. Dan bagaimana dengan kaum kegelapan serta yang lainnya kenapa hanya aku yang ingat Rowena?
Teka-teki memang lebih menarikkan Jolie. Mereka tertawa bersama.
Tak kusangka akulah yang terpilih, batin Jolie.

******************************************************************
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar