Langit berwarna kelabu,
pekatnya awan kian memenuhi bumi kala itu. Segala daya yang Barry lakukan
maupun Bibi Manda serta Michel tetap tak bisa melawan laba-laba yang terlihat
aneh. Warnanya yang hitam legam taring kebiruan serta ukuran yang tak normal.
“Barry awas
belakangmu!”
Barry menengok kemudian
melempar laba-laba itu menggunakan tempat lilin sepanjang satu meter yang
disepuh dengan kuningan.
“Bibi aku tak bisa
bertahan.”pekik Barry kemudian ia berlari ke kamar yang lainnya.
Bibi Manda dan Michel
mengejarnya. Mereka melesat ke atas untuk masuk ke kamar yang berada di pojok.
Michel merobohkan beberapa perabot ke lantai untuk menghalau laba-laba itu
mengejar. Pyar. Layaknya gelombang di laut lepas, laba-laba itu berdatangan
dari segala arah. Tak terkecuali dari atap. Satu per satu pecahan genting terjun
ke bawah hampir mengenai kepala mereka.
“Michel awas .”
Ucap Barry yang tengah
mendorong Michel hingga terjatuh ke lantai.
“Aw,” seru Barry dan
Michel yang terjatuh.
“Ayo kita ke kamar itu,”
kata Bibi Manda sembari menolong kedua anak itu yang tengah terjatuh.
Kumpulan laba-laba makin beringas. Pintu
akhirnya bisa ditutup.
“10 detik Barry
sepertinya ketiga kunci ini tak kuat menahan. Cepat berfikir apa yang harus
kita perbuat,” tutur Michel. Barry kemudian teringat di ruangan itu ada
penemuan yang ia temukan saat umurnya 6 tahun
yaitu kamar rahasia. Barry kemudian meraba tiap dinding karena ia lupa
di mana tombol itu berada.
“Barry apa yang kau
lakukan,”tanya Bibi Manda.
Dia tetap tak
menghiraukan apa yang ditanyakan bibi Manda. Kemudian dia menghamparkan
penglihatannya di setiap sudut ruang.
Matanya membelalak ke arah lemari yang ada di sisi kanan dari pintu.
“Michel bantu aku.”
Tanpa tanya apapun
Michel melakukan apa yang diperintah Barry. Sekuat daya mereka menggeser lemari
itu. Pintu kamar digedar-gedor oleh laba-laba yang makin menumpuk di bibir
pintu. Kunci yang di sematkan terlepas satu tinggal dua kunci yang belum
terlepas.
“Oh tidak!” pekik Bibi
Manda. Ia telah pasrah jika jiwanya melayang setelah pintu ini terbuka.
“Aha aku temukan.” Di
pencetlah tombol itu dan ada pintu yang terbuka.
“Ayo Bi kamu duluan.”
“Itu apa Barry?”
“Sudah jangan tanya
apapun dari sini kita akan selamat.”
Bibi Manda tak bisa
berkata dari pada menjadi santapan laba-laba raksasa sejurus ia melompat ke
dalam lubang itu. Kemudian disusul Barry serta Michel.
“Aaaaaaaa.”
Teriak satu per satu
dari mereka. Lorong ini sangat panjang dan gelap. Layaknya meluncur dari lubang
setan hanya kegelapan yang ada serta licin.
***
Perjalanan ke negeri
antah berantah yang tak tahu namanya namun indah. Banyak sekali kupu-kupu yang
berterbangan. Biru,merah, kuning serta burung-burung yang berkumpul jadi satu
dan seperti menari-nari dalam satu kelompok. Seruling-seruling yang disebul
menyanyikan lagu-lagu yang merdu meski tanpa lirik.
“Indah sekali,”kata
Jolie terpesonamelihat negeri Rowena.
“Istirahatlah pulihkan
tenagamu,”pesan Puteri Rowena. “Gondito, antar Jolie ke kamarnya, berikan ia
pelayanan terbaik hidangkanlah makanan yang lezat untuknya,”perintahnya kepada
pelayan kerajaan.
“Baik yang mulia.”
Orang ini agak pendek.
Seperti kurcaci hanya saja telinganya besar dan rambutnya yang panjang
sepunggung. Rambutnya tergerai dengan selendang yang diselempangkan di sebelah
kiri bahunya. Orangnya juga ramah, membuat nyaman meski berjalan cukup jauh ke
kamar. Kastil yang sangat indah. Air terjun juga tak lupa berada di ujung mata.
Birunya air yang mengelilingi kastil ini serta hijaunya hutan yang melingkupi ,
sejenak membuat lupa dengan sembilu yang menyanyat hati.
“Nyaman sekali,andai
saja Barrym Bibi Manda, dan Michel berada di sini.”
Wajah Jolie berubah
murung mengingat mereka yang tengah berada dalam bahaya. Orang pendek ini
menggengam tangan Jolie.
“Jangan khawatir putri,
kami telah mengirim pasukan kamu untuk menjemput saudaramu.”
“Iyakah?”
“Iya, beberapa menit
lagi mereka pasti sampai.”
Harapan itu yang Jolie
inginkan.
“Semoga apa yang kau
ucapkan benar Gondito.”
Berjalan menelusuri
lorong yang bersih dengan hamparan pemandangan penyejuk yang hijau di kanan
kiri.
“Ini kamarmu puteri,
silakan istirahat. Jika memerlkan sesuatu tinggal goyangkan lonceng yang ada di
sebelah kanan ranjangmu. Saya undur diri.”
Mata Jolie terpesona
dengan keindahan yang ada pada kamar itu. Tubuh yang telah lelah setelah
melakukan perlawanan dengan musuhnya, ia segera beristirahat. Terlelap dibali
selimut yang nyaman.
***
“Aww.”
Brug. Barry, Bibi
Manda, serta Michel terlempar kekumpulan semak-semak yang ada di dalam pinggir
hutan. Tampak dikejauhan rumah mereka diselimuti awan hitam.
“Barry, ayo kita
bergerak sebelum mereka menyadari kita di sini.”
“Iya Barrry mari kita
lanjutkan perjalanan.”
Meninggalkan rumah yang
telah Bibi Manda tempati selama 30 tahun memberi pukulan yang tak menyenangkan.
Pahit .
“Aku tidak tahu , namun
hatiku sangat kacau.”
“Aku tahu Bi apa yang
kau rasakan.”
“Iya Bi. Tak mengapa
kita harus menyelamatkan diri.”
“Hei tunggu dulu, orang-orang
pada kemana?”
“Oh iya, kenapa begitu
sepi?”
Saling bertatapan, ada
apa dengan orang-orang di wilayah ini kenapa tak ada siapa pun. Mereka berlari
menuju ke ujung jalan. Ada seseorang yang sedang menebang pohon dipinggiran namun
kondisinya sangat aneh. Mereka mendekati lelaki yang berperawakan besar itu.
Tangannya memegang kapak. Ada kejanggalan.
“Apa seseorang yang
memegang kapak nampak seperti itu?” tanya Barry yang mendekat.
“Barry,
hati-hati,”tutur Michel yang sedari tadi waspada. Bibi Manda tak berani untuk
mendekat, ia hanya mengawasi dari kejauhan.
“Permisi?”
Lelaki itu tetap diam
dan tak bergerak. Setelah dekat Barry tertegun. Mata orang itu membelalak dan
terbuka. Kulitnya kelabu serta keras seperti membatu. Mulutnya menganga.
Sepertinya ia bertahan terhadap serangan karena kapak yang ia pegang seperti
menahan serangan.
“Dia..dia membatu.”
“Apa!”ucap Bibi kaget.
“Barry, Bibi. Ayo
pergi. Sepertinya awan itu bergerak.”
“Iya Michel.”
Mereka berlari keluar
desa masuk ke dalam hutan. Perasaan Barry dan Michel tak enak apa lagi kejadian
beberapa jam lalu yang membuat dia kaget mendapati mahluk besar menyeramkan di
gua itu membuat mereka menghentikan langkah menuju ke dalam hutan lebih jauh.
“Bi, apa kau tak ingat
jika di dalam hutan juga ada mahluk yang mengerikan?”
“Iya memang benar
Barry. Tapi apa boleh buat hanya hutan ini tempat perlindungan terbaik.”
Perjalanan masih
panjang, mereka berkejaran dengan waktu. Semakin ke dalam hutan udara kian
dingin. Tak menahu di mana tempat bersembunyi. Tak menahu apa yang mereka cari
dengan hilangnya Jolie. Tak tahu apa tujuan mereka. Namun ada alasan dari
pelarian ini yaitu menyelamatkan nafas mereka dan mencari perlindungan.
“Hei tunggu dulu
sepertinya jalan ini..”
Barry berhenti berlari.
“Ada apa?”tanya Bibi
Manda cemas.
“Michel apa kau tak
ingat?”
Michel menganguk.
“Waspadalah semua,
karena ini adalah lokasi di mana kami bertemu dengan mahluk buas itu.”
Merinding. Bulu kuduk
berdiri. Jantung berdegup kencang. Nafas semakin tak teratur karena takut.
“Barry, Bibi lelah.”
“Ok kita beristirahat
di sini.”
Angin semilir lembut
dan semakin kencang. Mendung kian menebal dan hujan. Mereka berlari mencari
tempat berteduh.
“Aorrrrmm,”auman
mengerikan dari mahluk itu yang kini tengah berada di depan mereka.
“Aaaaaaaaaa.”
Teriak mereka bersama.
***
Mata Jolie terbuka,
tersentak karena suara teriakan dari saudaranya menyeruak. Apa ini mimpi?
Klinting. Lonceng ia
goyangkan. Segera Gondito muncul.
“Iya puteri apa yang
kau butuhkan?”
“A..aku tadi mendengar
teriakan adikku. Apakah ini pertanda Gondito?”wajahnya cemas.
“Jangan khawatir putri.
Adik puteri baru tidur di kamarnya.”
“Hah,.benarkah?”
Jolie segera beranjak,
ia meminta Gondito mengantar ke kamar adiknya. Tak sabar untuk bertemu dan
sampailah di ujung lorong dari kamar Jolie. Seseorang yang diberi plaster pada
wjahnya terbaring kelelahan. Wajahnya yang kurus dan dikenal Jolie.
Berhamburlah ia ke bibir ranjang adiknya. Perlahan Jolie mengenggam tangan
Barry.
“Untunglah kau selamat
Barr.”
“Kau bagaimana Kak,
apakah lebih baik dariku?” ucap Barry yang masih tertutup matanya dan tersenyum
ke arah Jolie sembari membuaka mata.
“Oh Barry. Aku sangat
khawatir.”
“Tidak apa-apa semua
baik-baik saja.”
Mereka berpelukan.
“Bibi Manda dan
Michel?”
“Tenang puteri , mereka
berada di ruang lainnya.”
Sebelum keluar ruang
Bibi Manda dan Michel masuk ke ruang itu.
“Bibi, Michel.”
“Syukurlah kalian
selamat.”
Bibi Manda mencium
Jolie dan memeluknya. Puteri Rowena mendatangi mereka.
“Puteri trimakasih.”
Senyum dan anggukan
Puteri Rowena memberikan wajah-wajah mereka yang lelah kembali segar.
“Jolie, kau tahu apa
yang akan kau lakukan selanjutnya.”
Jolie mengangguk.
“Iya puteri. Aku siap.”
“Ada apa ini!”
“Akan ada peperangan
Barry. Dan aku adalah orang yang terpilih. Liontin ini yang memilihku untuk
berperang bersama.”
“Tidak Jolie!”
Ucapan Barry tak setuju
dengan keputusan itu.
“Kecuali aku turut
berperang.”
Seringan Barry yang
penuh kejutan membuat mereka yang ada dalam ruangan itu makin semangat untuk
melakukan peperangan, mengusir mereka serta mengembalikan orang-orang yang
mereka kutuk. Rencana demi rencana mereka godok bersama untuk memenangkan
peperangan ini.
“Gondito persiapkan
semua perlengkapan. Pasukan satu, dua utus mereka dari utara. Pasukan tiga dan
empat dari selatan. Pasukan lima dan enam dari timur. Dan untuk sisanya, dari
barat.”
“Baik yang mulia.
Titahmu akan hamba sampaikan kepada pasukan.”
Gondito kemudian
menghilang. Persiapan telah matang saatnya berperang menghancurkan mereka yang
jahat.
***
“Tuan, mereka sudah
siap. Apakah serangan dilaksanakan sekarang?” ucap salah satu pengikut Raja
kegelapan.
“Mulai.”
Pekikan keras dari
mahluk kegelapan menggema di tiap penjuru. Seringainya tajam gelegar suara mahluk
kegelapan menggema. Berlari dari bukit yang satu ke bukit yang lain. Elang yang
dikirim oleh Puteri Rowena melihat pergerakan mereka.
“Jolie kamu siap.
Lainnya segera maju!”
“Yiaaaaaa!”
Pertempuran dimulai
antar dua kubu. Bertubrukan layaknya gelombang di pantai. Menerjang karang dan
berhamburan. Awan pun menjadi gelap kilat menyambar-nyambar. Semua menyatu
untuk mempertahankan diri serta menghilangkan umat yang lainnya. Peperangan
antara putih dan hitam segera menggoncang alam. Mata kuning itu layaknya laser
menyorot ke arah Jolie. Tangannya bergetar sembari mengeratkan pegangannya pada
kuda yang ia tunggangi. Dahsyatnya pedang yang melengking saling beradu. Di
bawah sinar mentari yang di tutupi awan tubuh-tubuh dari dua kubu
bergelimangan.
Tak ada yang mengalah
semua beringas saling serang. Jolie kewalahan, Barry serta Michel yang
melindunginya sampai ke tengah pertempuran tertatih-tatih menangkap tebasan
sang musuh hitam. Pelindung dan kibasan pedang mereka ayunkan ke tubuh musuh.
Satu, dua, tiga, sepuluh, semua di tebas. Jika tangan tak bisa meraih maka
sesuatu yang jauh sesuatu yang bisa di jangkau dari jarak sekian dan sekian
dilemarkan. Panah –panah kaum kegelapan menghujani pertempuran. Baju-baju
perang yang mereka gunakan bisa menghalau panah-panah yang lepas dari busurnya,
hanya saja seberapa lama bisa bertahan? Tak ada gading yang tak retak, begitu
pula baju perang mereka.
Jolie terjatuh dari
kuda yang ia tunggangi karena salah satu mahluk hitam itu menyabet kaki kuda
hingga putus.
“Aww.”
Barry dan Michel
mendapat serangan bertubi-tubi tak bisa menolong Jolie saat ini. Puteri Rowena
yang berada di ujung kastil membisikkan
kekuatan.
“Bangunlah Jolie
lakukan apa yang bisa kau lakukan. Kau bisa melakukannya. Hanya kau yang mampu
melakukannya.”
Di tengah keriuhan
membabi buta pedang antar pedang ia memejamkan mata, konsentrasi penuh. Mahluk
kegelapan yang ada di depannya segera menghunuskan pedang. Akan tetapi
keajaiban terjadi mahluk itu tak bisa bergerak setelah mendengar desisan yang
tak bisa dilukiskan, layaknya mantra. Liontin itu memancarkan sinarnya. Gemuruh halilintar, angin yang kencang, serta
lengkingan suara tergema. Semua mahluk hitam itu menutup telinga karena tak
tahan mendengar lengkingan. Lain halnya rakyat Rowena yang berberang tak
mendengar apapun. Mereka hanya tertegun melihat mahluk kegelapan itu kesakitan.
Cahaya kian berpendar dan semuanya menjadi terang. Mata tak kuat jika memandang
cahaya itu. Dan mahluk kegelapan lenyap semua seperti tersedot oleh mesin waktu.
Jolie kemudian tak sadarkan diri.
***
“Selamat pagi sayang,
syukurlah akhirnya kamu bangun.”
Ucap Bibi Manda sembari
masuk kamar Jolie membawa semangkuk sup serta jus. Jolie terbelalak menatap
langit-langit kamarnya. Heran kenapa semuanya normal. Jadi semua hanya mimpi?
Mahluk kegelapan? Liontin yang bersinar? Puteri Rowena? Pikirannya berputar-putar.
“Hei puteri tidur
segera makan makananmu dan kita pergi ke rumah sebelah,”kata Barry seraya
bersandar di bibir pintu kamar Jolie. Ia makin kebingungan.
“Iya Jolie sudah dua
hari ini kamu terbujur di ranjang membuat semua orang cemas.”
“Apa kau tak
ingat?”tanya Bibi kesayangannya. Jolie hanya menggeleng, kucir satunya berayun
ke kiri kanan.
“Kamu terjatuh dari
tangga Jolie ketika memasang balon di rumah Michel membantu mempersiapkan pesta
bibinya. Dan mungkin karena salah ayahmu yang mengejutkanmu. Ia sudah datang.
Tapi kamu malah pingsan.”
“Hah ayah pulang?”
Jolie terlonjak dari
kasur yang empuk. Ia segera merapikan dirinya serta makan secepatnya.
“Jangan terburu nanti
kau tersedak Kak.”
Barry tersenyum melihat
tingkah kakaknya. Setelah semua selesai. Dan Jolie sudah rapi ia berhambur ke
tiap ruang mencari ayahnya namun tak didapat. Kecewa.
“Kau mencari ayahmu?ia
sudah dikediaman Claws acaranya akan dimulai.”
“Trimaksih Bi.”
Sembari mencium pipi
bibinya yang tengah menyuci piring di dapur. Mendadak langkahnya terhenti.
“Bi kau ikutkan?”
“Iya, aku menyelesaikan
ini dulu nanti kususul.”
Kemudian Jolie berlari
ke rumah sebelah. Ia sangat bersyukur jika kejadian itu hanya berada di dalam
mimpi. Setelah berada diambang pintu ia melihat ayahnya yang sedang memasang
beberapa kain penutup sebagai penghias di setiap lorong.
“Ayah!”
Lelaki itu menatap ke
arah suara didapatinya puterinya berlari ke arahnya.
“Jolie.”
Sembari melebarkan
tangan bersiap mendekap buah hati tersayangnya. Barry yang melihat mereka dari
kejauhan mendekat dan ikut berpelukan.
“Wah kalian sudah besar
ternyata. Aku merindukan kalian sayang, maafkan ayah selalu tak ada disamping kalian apa lagi
ketika kebakaran gedung itu. Ayah pada waktu itu ingin kesini namun ayah tidak
bisa karena kapal yang ayah tumpangi di Artik ada masalah jadi kami harus
memperbaikinya. Oh maafkan aku sayang.”
Barry dan Jolie telah
mengerti dan memaafkan ayahnya.
“Kami mengerti ayah,
maafkan kami jika berfikir yang tidak-tidak.”
“Itu hak kalian sayang.
Ayah memang bukan sosok yang baik bagi kalian.”
“Okay, so sekarang kita
lupakan kejadian ini dan kita bersama-sama menatap ke depan.”ujar Barry mantap.
“Oh aku ingin
memperkenalkan kalian seseorang. Ia adalah rekan kerja ayah dan umm mungkin
kalian harus mengenalnya lebih dekat.”
Ayah menunjuk ke
seseorang wanita berambut pirang panjang, sangat menawan. Hiasan yang
disematkan di rambutnya membuatku teringat akan seseorang. Kulitnya yang putih,
bibir serta pipinya kemerahan. Jolie hanya tertegun menatap wanita itu yang
sedang mengiling air minum ke gelas-gelas.
“Yah dia cantik
sekali,”kata Barry. “Apa dia calon istri ayah?”
Pertanyaan Barry hanya
di jawab dengan senyum oleh ayahnya. Mereka mendekati wanita itu. Jolie yang
hanya menatap lekat tak bersuara. Setelah berada di depannya Jolie tanpa sadar
menyeletuk,”Kau sangat mirip dengan orang yang kukenal. Puteri Rowena.”
“Ow apakah puteri itu
cantik seperti aku?”tanyanya sembari tersenyum.
“Oh maafkan aku, aku
hanya umm..maaf.”
Jolie tak enak hati
pertemuan awal beserta celetukan yang aneh. Mereka saling berbincang dan
berkenalan.
“Duduk berdua di taman
ini sangat menyenangkan ya Jolie?”
“Iya Miss Rowena oh
maksudku Miss Rolena.”
“Aku rasa semuanya
sudah normal. Semuanya berjalan dengan lancar. Dan liontin itu telah menang. Aku
bangga padamu yang masih bisa mengingatku.”
Matanya menatap tepat
di bintik biru Jolie. Ia tersentak.
“Jadi kau..puteri
Rowena..dan aku dan semua bukan mimpi?”
“Teka-teki memang lebih
menyenangkan dari pada sesuatu yang tergambar jelas. Iyakan Jolie?”
Anggukan Jolie kepada
wanita itu terlihat jelas. Jadi bukan mimpi? Oh aku sangat berharap itu hanya
mimpi. Dan bagaimana dengan kaum kegelapan serta yang lainnya kenapa hanya aku
yang ingat Rowena?
Teka-teki memang lebih
menarikkan Jolie. Mereka tertawa bersama.
Tak kusangka akulah yang terpilih, batin
Jolie.
******************************************************************
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar