Minggu, 13 April 2014

The Mistery Of Diamond: Serial Two “The History”





Berpuluh-puluh kuda berlari mengitarinya. Seseorang dengan liontin bercahaya itu berdiri tepat di tengah kerumunan kuda yang meringkik serta berjingkat hendak menghantam wanita berambut pirang yang terurai serta ada sematan semacam perhiasan atau yang kita kenal dengan jepitan. Bertengger di sisi kanan-kirinya. Bentuk jepitan itu daun yang berwarna hijau keperakan. Beberapa detik kemudian kuda-kuda yang mengitarinya, menerjang bersamaan. Ketika itu cahaya bersinar sangat terang. Menusuk ke mata pancarannya.

Kisilakasa hasadojikalaja nemuna ninina huna daasyaja
Hilang. Lenyap.
Jolie membuka mata. Ia terbaring di tempat asing. Ranjang yang ia tiduri sangat nyaman. Empuk. Di sisi kiri kanan ada hiasan berupa patung kupu-kupu dari batu pualam, spraynya pun berwarna putih. Permadani yang terhampar di tiap sudutnya bermotif bunga yang terbuat dari emas. Di depannya muncul sosok wanita sangat cantik berdiadem berlian, terpasang di kepalanya.
Terkaget.”Siapa kau?”ketakutan membuatnya mengeratkan selimut dan bergerak mundur menempel di ujung kasur. Matanya mengawasi sosok berkulit putih dan harum itu.
Ia tersenyum ke arah Jolie.
“Jangan takut Jolie. Aku hanya ingin memberitahumu, tentang...,”sembari menunjuk ke liontin yang dikenakan Jolie.
“Apa?”menatap liontin yang terjuntai di lehernya,”inikah?”tanya Jolie seraya memegang liontinnya.
Ia mengangguk.
“Aku tak mengerti kenapa liontin ini bercahaya tempo waktu? Dan kenapa aku di sini? Hah ..di mana Barry dan bibi Manda?”ucap Jolie kebingungan. “Sungguh aku tak mengerti. Dan siapa kau?”
“Jolie. Tak penting siapa aku, yang terpenting adalah keluargamu sekarang. Liontin itu akan mereka rebut. Mereka sangat berbahaya sayang. Kau harus hati-hati dengan mereka. Gunakan liontin itu jika keluargamu terancam.”
“A..aku tak mengerti. Liontin ini bisa menolong keluargaku. Apa maksudmu, liontin ini seperti senjata? Dan siapa mereka?kenapa mereka menginginkan benda ini?apa hubungannya denganku?”
“Kau akan tahu suatu hari nanti sayang. Aku akan selalu disampingmu.”
Cahaya mulai memudar.”Tunggu..tunggu..tolong jelaskan. Tunggu!”pekik Jolie. Wanita itu menjauh laksana tersedot oleh mesin waktu. Gelap.
“Selamat pagi puteri tidur,”sapa Bibi Manda dengan makanan yang ia bawa. “Tunggu, jangan bergerak,”meletakkan tangannya ke kening Jolie,”syukurlah panasmu telah turun.”
“Apa yang terjadi Bi. Auw sakit,”seraya mengelus keningnya.
“Apa kau tak ingat?”
Menggeleng. Bibi menghela nafas.
“Kemarin kau terpeleset di kamar mandi. Bibi sampai panik. Tak hanya itu badanmu juga panas. Bibi dan Barry sudah memberimu pertolongan pertama namun tetap saja belum turun-turun panasnya. Akhirnya kami memanggil dokter. Syukurlah panasmu berkurang. Ini makan buburnya selagi panas .Juga jangan lupa obatnya harus kau minum sampai habis,”perintah Bibi.
“Baik Bi. Terimakasih umm Barry di mana?”tanyanya celigukan tak mendapati Barry yang biasanya membangunkannya.
“Dia sedang keluar bersama temannya. Umm jika tak salah Michel. Mereka tadi jogging bersama. Sepertinya kalian harus mengakrabkan diri dengan lingkungan sekitar biar temanmu banyak,”tutur Bibi yang sedang melipat gorden dan mengencangnya di tiap sudut jendela.
Semoga Barry aman. Perasaanku kenapa tak enak ya.
“Bi aku...mau tanya sesuatu.”
“Iya, ada apa sayang. Ayo Bibi siap mendengarkan,”mendekati Jolie dan duduk di bibir ranjang.
“Umm apa Bibi tahu Ibu mendapatkan liontin ini bagaimana?”
“Aw. Bibi tidak terlalu jelas bagaimana ibumu mendapatkannya sewaktu itu. Namun ibumu pernah cerita jika ia mendapatkannya karena diberikan oleh seseorang wanita tua katanya liontin itu pantas untuk ibumu dan ia meminta ini diberikan padamu karena tanda terimakasih ibumu telah menolong wanita itu. Memang kenapa Jolie?”
“Ah..ti tidak apa-apa. Aku hanya merasa liontin ini begitu spesial.”
“Oh apakah hanya itu?”Bibi menyelidik.
“Sebenarnya..ummm bukan hanya itu Bi. Tempo waktu aku merasakan keanehan pada liontin yang kupakai sekarang. Entah. Namun 4 hari yang lalu aku bersama Barry melihat liontin ini mengeluarkan sinar yang teramat terang. Padahal liontin ini tak ada batu baterai maupun hal lainnya yang membuat ia bersinar.”
“Benarkah?”Bibi tak percaya, “namun umm Bibi pernah mendengarnya dari ibumu. Jika ia pernah terkaget ketika liontin itu bersinar. Aku mengganggapnya gila sesaat. Jadi itu memang benar, sayang?”tanya Bibi penasaran sembari menyipitkan mata.
“Iya Bi. Barry sebagai saksinya. Dan ada juga hal lainnya Bi?”
“Apa itu?”
“Aku bermimpi ada seorang wanita mendatangiku dan ia berkata jika mereka akan merebut liontin ini. Sepertinya liontin ini sangat berharga bagi mereka. Aku tak tahu siapa yang ia maksud. Dan aku juga tak begitu yakin siapa sebenarnya wanita yang selalu membayangi mimpiku,”menatap Bibinya,”aku takut Bi.”
Tangan Jolie digenggam erat Bibi.
“Jangan khawatir sayang Bibi ada di sini.”
Jolie memeluk Bibinya kuat-kuat. Mendung mulai menggayut di langit-langit bumi. Warna hitam di awan makin menebal. Hujan mulai berderai membasahi daun-daun.
***
Rimbunnya dedaunan yang menantang langit mulai bergoyang ke kiri dan ke kanan seiring dengan angin yang membelai tiap inci daun. Awan menghitam yang berkumpul menahan Barry yang tengah berjoging bersama Michel untuk menghentikan aktivitasnya sesaat. Di tengah hutan yang mereka jelajahi ada sebuah terowongan seperti goa. Mereka berhenti untuk menghindari badai jika ada badai menghantam hutan ini.
“Wah hari ini sepertinya bukan hari mujur kita. Padahal jika kita bisa masuk ke dalam hutan lebih dalam akan kita temukan buah-buahan yang ranum dan enak. Maafkan aku Barry membuatmu terjebak di sini.”
“Ah tak apa. Aku senang bisa berpetualang bersama teman baru. Apa lagi dengan mengexplore wilayah ini aku makin tahu hal baru. Dulu aku pernah berpetualang bersama Jolie . Saat itu aku baru umur 5 tahun. Kami pergi menuju bukit yang terletak di belakang rumah nenek kami di dusun Hobart. Di sana aku pertama menemukan serangga-serangga kecil yang aneh. Namun aku suka dengan mereka. Tapi kami saking keasyikan membuat kami lupa waktu dan ayah mencari kami. Ia sangat khawatir. Hmm. Aku rindu saat itu. Yahh itu ceritaku, hehehe”tersenyum ke arah Michel.”  Mungkin kapan-kapan kau harus ku ajak ke sana.”sembari memendarkan pandang ke arah hujan yang menitik lebat,”wah kapan ini berhenti ya.
“Kita belum sarapan lagi. Perutku telah berteriak kelaparan,”lanjutnya melucu.
Michel memperhatikan Barry dengan seksama. Ia menangkap begitu akurnya ia dengan kakaknya dan kehangatan yang ada dalam keluarganya. Sedangkan ia hanya anak yang di buang oleh ke dua orangtuanya. Merenung dan terdiam. Hanya menatap ke air yang turun menghujam ke bumi. Hujan yang sangat deras. Gua ini cukup menghangatkan mereka berdua yang tengah kedinginan. Deru hujan yang menetes membentuk kucuran beberapa di bibir goa yang mereka diami.
“Siapa kalian? kenapa di sini?”
Tersentak ketika ada suara bisikan yang ada di belakang mereka. Di dalam gua yang gelap. Barry dan Michel menengok serta merapatkan diri jika ada sesuatu hal yang membahayakan nyawa mereka.
“Michel, siapa yang ada di dalam gua ini?”tanya Barry. Hanya gelengan yang Michel beri.
“Roaammm.” ,lolongan keras keluar dari dalam gua.
“Aku tak tahu itu suara apa tapi sebaiknya kita pergi dari sini Michel,”berlari keluar gua,”Michel ayo pergi!”pekik Barry.
Michel hanya terpaku antara berlari atau menghadapi mahluk yang ada di depannya. Rasa penasaran terhadap mahluk yang berada di depannya yang ada di dalam gua meningkatkan adrenalin tubuhnya namun mendengar teriakan Barry yang mengajaknya untuk pergi mengurungkan niatnya ia untuk tetap tinggal dan menyelidiki mahluk yang tak muncul batang hidungnya.
“Baiklah Barry. ..kita pulang,”berlari ke arah Barry.
Bergegas pulang , berlari sekencang mungkin. Guyuran hujan membuat mereka basah kuyup. Menuruni gua dan sekarang mendapati semak-semak setinggi dada mereka.
“Cepat Michel. Jangan sampai mahluk itu mengejar kita,”kata Barry yang tengah berlari serta sesekali menengok ke Michel. Sewaktu menuruni turunan Barry terpeleset karena rumput yang berbaur dengan air hujan.
“Aw,”erang Barry kesakitan. Michel yang ada di belakangnya segera menolongnya.
“Apa kau tidak apa-apa?”ia menyodorkan tangan membantu Barry untuk berdiri. Ketika menerima uluran tangan Michel, Barry menatap awan hitam yang berada di atasnya. Bergerak dengan cepat. Dan. Jlug. Mata Barry terbelalak menatap mata kuning , tubuh besar, berbulu lebat dan berekor.
“Michel di belakangmu!”
“Ada apa?”
Michel menengok dan ia dapati mahluk besar mengerikan.
“Aaaaa,”teriak mereka dan berlari tunggang-langgang.
***
Hujan masih memburu. Lebat tak terkira. Jolie dan Bibi Manda turun ke dapur. Jolie mendekati jendela dan menyibak gorden yang menutupi. Sesekali ia melihat ke sudut kanan maupun kiri untuk mengecek keberadaan Barry di luar. Duerr. Halilintar menyentak gadis manis itu. Bibi yang membersihkan ruang makan ikut kaget.
“Wah hujannya makin deras. Jolie sebaiknya kau tidur lagi supaya pulih cepat,”saran wanita separuh baya itu dan terkejut melihat awan hitam yang bergerak tak wajar,”oh. Jolie apa ini hanya perasaanku saja jika awan itu bergerak sangat cepat?”Bibi bertanya kepada Jolie untuk meyakini jika yang ia lihat benar.
Jolie yang sedari tadi melihat ke ujung jalan beralih menatap ke langit mencari awan yang bibinya maksud.
“Hah awan itu,.iya Bi kamu benar. Sepertinya menuju kemari.”
“Oh apa itu Jolie. Sebaiknya kita tutup semua jendela. Aku takut jika nanti terjadi sesuatu.”
“Baik Bi.”
Mereka bergegas menutup jendela serta pintu seluruh rumah. Awan hitam yang berkerumun mendayung sampai berada di ujung desa. Tak hanya itu teriakan dua pemuda yang berlari secepat lesatan kilat terlihat di ujung jalan. Jolie yang masih mengawasi melihat kedatangan mereka, segera ia buka pintu.
“Dari mana saja kalian?” teriak Jolie kepada Barry dan Michel, “apa kau tak tahu Barry ada suatu yang aneh. Lihat awan yang hitam itu datang menuju kemari,”sembari menunjuk ke arah luar. Jolie sangat murka kepada Barry. Ia sangat cemas karena banyak hal aneh yang sedang terjadi membuat pikiran Jolie menjadi kacau.
Barry dan Michel yang masih terengah-engah hanya diam tak berkutik. Bibi yang mengerti ketegangan ini kemudian menyuruh kedua pemuda itu duduk serta memberikan handuk. Tetesan air yang melingkupi mereka menetes bagaikan kucuran air terjun mini , lantai pun ikut basah menampung air yang turun dari setiap sudut baju mereka.
“Minumlah dulu jahe ini.”
“Trimakasih Bi,”ucap kedua pemuda itu.
Jolie masih berkacak pinggang dan menatap tajam ke arah Barry. Bibi menepuk pundak Jolie supaya lebih tenang.
“Tenangkan dirimu. Apa kau tak lihat mereka basah kuyup seperti itu.”
Menarik nafas panjang. Jolie lebih tenang. Ia kemudian menarik kursi yang ada di depan Barry. Bersedekap dan mulai melayangkan tanya dengan menatap Barry tepat di titik hitam bola matanya.
“Kau kemana saja?aku sangat khawatir Barry? Ada keanehan-keanaehan yang sedang berjalan hari ini dan kenapa kalian lama sekali jogging. Hei Michel kau ajak kemana saja adikku ini,”pekik Jolie tak sabar.
“Kak, tenangkan dirimu. Beri kesempatan ke kami untuk menjelaskan,” hening.
“Ok aku mendengarkan,”ucap Jolie sembari bersedekap dan mencondongkan badannya bersandar ke punggung kursi.
“Kami tadi berjalan-jalan sampai ke dalam hutan.”
“Apa?”teriak Jolie.
“Tenang dulu kami belum selesai.”
“Iya Jolie dengarkan penjelasan mereka,”hatur Bibi menenangkan suasana.
“Saking ke asyikan menelusuri keindahan hutan kami lupa jika kami berjalan terlalu jauh. Buah yang kami cari juga tak ketemu,”ucap Michel.
”Dan hujan mulai deras sehingga membuat kami terhenti. Akan pulang sangat jauh dan kami menemukan sebuah gua di kaki bukit. Kami berteduh beberapa saat di sana namun hujan juga tak kunjung reda. Di sana kami mendengar suara dari dalam goa. Sangat menyeramkan. Suara itu yang membuat kami berlari pulang. Namun di tengah perjalanan aku terjatuh. Dan aku melihat awan yang tidak normal serta melihat mahluk besar seperti musang. Akan tetapi besarnya 3 kali tubuh orang dewasa. Kami bersyukur bisa keluar dari sana dan mahluk itu tak mengejar. Kami beruntung masih selamat,”jelas Barry.
“Oh Barry maafkan aku terlalu galak memarahimu. Michel maafkan aku ya,”sembari menggenggam tangan Barry di atas meja.
“Tak apa aku paham kekhawatiranmu. Tapi yang kita khawatirkan sekarang adalah awan itu.”
Barry menuju ke jendela. Ia menangkap sesuatu.
“Lihat awan itu ada di atas rumah ini.”
Mereka terkejut dan bergerak menuju jendela. Serta menuju lantai atas.
“Aku akan ke lantai atas,”bergegas berlari menuju tangga.
“Jolie aku ikut,”pinta Michel.
Mereka berlari ke lantai dua sembari memegang senjata. Jolie membawa pan, sedangkan Michel membawa sapu. Ah apa mereka anggap itu sebuah senjata?
“Jolie hati-hati,”pinta Michel. Anggukan Jolie mengiyakan.
“Michel kamu mengecek di kamar pojok itu, aku yang di sana.”
“Ok. Jika terjadi sesuatu jangan sungkan untuk berteriak. Ok !”
Sewaktu di kamar bibi Manda Jolie tergagap. Ia mengumpulkan keberanian untuk masuk ke ruang itu. Terlambat. Salah satu jendela yang ada di ruang itu masih terbuka. Jolie berlari menuju jendela itu berharap apapun mahluk yang berada di luar tak masuk melalui jendela itu. Ketika ia meraih daun jendela. Tangannya dipegang mahluk yang mengerikan. Kulit mahluk mengerikan itu mengelupas, bersisik seperti kadal dan berwarna hitam yang mengkilat. Jolie berteriak sekencang mungkin serta berusaha melepas apa yang menariknya.
“Lepaskan..lepaskan.”
Michel yang mendengar teriakannya segera melesat ke ruang Jolie. Jolie berontak. Namun tangan-tangan yang menggapainya makin banyak. Ia tak kuasa. Michel telah berada di bibir pintunya. Segera Michel memukul mahluk yang mencoba membawa Jolie. Pukulan Michel tak mempan. Ia di dorong oleh kekuatan di luar batasnya. Terpelanting ke tembok.
“Michel. Tidak!”jerit Jolie.
Jolie terjatuh dan hilang. Barry dan Bibi berlari ke atas. Ia mendapati Michel yang terkulai di lantai dengan darah yang mengucur dari dahinya.
“Michel, sadar nak. Sadar.”
“Bibi , Jolie?”ucap Barry.
Hanya angin yang menerbangkan gorden putih di jendela itu. Dedaunan yang terbang menuju ke dalam ruang.
“Jolie, mereka membawamu kemana.”bisik Bibi kepada angin.
***
Wanita berdiadem itu mondar-mandir di kamarnya. Menunggu seseorang yang belum muncul batang hidungnya membuat kegelisahan kian menganga.
“Puteri, hamba di sini.”
“Kemana saja kamu Diego? Aku berharap kau tak pergi terlalu jauh. Apa kau tahu berita akhir-akhir ini? Mereka yang ingin menguasai wilayah ini sudah bangkit kembali.”
Puteri Rowena hanya menatap Diego. Kekhawatiran yang sangat terlihat di pancaran matanya. Liontin yang berada di lehernya segera ia lepas dan di taruhnya di kotak perhiasan yang biasa.
“Tolong ini kau antar ke Bibi Claws ia akan tahu apa yang seharusnya ia lakukan.”
Diego undur diri. Ia segera menancap kecepatan kudanya untuk mengantarkan pesan puteri Rowena titahkan. Perang antara bangsa Rowena dengan bangsa Sidugur tengah panas. Memperebutkan liontin yang menjadi kekuatan bangsa Rowena untuk kesejahteraan semua. Sebaliknya bangsa Sidugur ingin menguasai semua dengan bantuan liontin itu.
Manneno ninina nasero dulguri basilosica lasicakalash.
Mantera yang ia ucapkan mengeluarkan sinar dari tangannya. Ia hempaskan ke langit dan melesat ke negeri yang yang tak di kenal. Diego telah bertemu dengan bibi claws dan dia menerima liontin itu. Segeralah ia pergi ke arah utara untuk melindungi liontin itu.
“Bibi hanya kau yang bisa mengkawal liontin ini. Berikan ke seseorang yang akan menjadi pewaris kekuatan ini. Seorang gadis kelahiran juli di seratus tahun setelahnya.”
Bisikan dari puteri Rowena menelusup di pendengaran Bibi Claws.
“Hanya gadis itu yang bisa menghancurkan mereka, hanya dia.”
Jolie menatap ke langit-langit kamarnya. Nafasnya terengah-engah. Jadi semua hanya mimpi. Keringat mengucur ke tiap sudut-sudut pelipisnya. Ia mendekati jendela. Disibaknya gorden yang melingkar. Cuaca cerah masih pagi. Lega jika hanya mimpi.
“Kau pikir ini mimpi Jolie? Tidak!karena kau ada di dalam genggamanku sekarang,”suara menggelegar terdengar dilanjutkan dengan tawa yang memecah sunyi. Ia tersentak.
Mata bulat  berwarna kuning besar tiba-tiba menyembul di jendela. Gadis itu terhempas ke lantai. Suara yang menggelegar menggetarkan dadanya. Liontin itu menyala terang dan mahluk itu teriak kesakitan kemudian lenyap. Ruang yang dulunya bersih menjadi gelap serta kotor. Seperti di balut oli, licin. Bau menyengat sangat busuk. Perutnya seperti di kocok naik-turun dengan Rollercoaster. Dia ketakutan.
Keajaiban itu terjadi. Liontin itu menyala kian terang dan menelan ia. Layaknya menelusuri mesin waktu, Jolie terhempas di padang rumput hijau. Setelah terkulai jatuh di tanah ia menyadari sesuatu.
“Aku.. aku adalah yang dia pilih. Oh kenapa aku?aku tak tahu harus berbuat apa,”isaknya.
“Hei kau,.dimana dirimu?aku membutuhkanmu. Aku sangat takut,”teriaknya kepada angin berharap wanita yang selalu membayangi mimpinya muncul. Namun hanya harapan kosong, ia tak kunjung jua datang.
Ia meringkuk di samping pohon yang tumbang. Memikirkan keadaan orang-orang yang ia sayangi membuat sembilu menjadi.
“Apa yang harus aku lakukan,”sembari menggenggam liontin ini.
Mirosa sara  sedikjla,.naninini nore sorealia
 Tanpa sadar bibir mungil Jolie berbisik kepada angin mengucapkan kalimat yang ia tak tahu artinya setelah ia pandang liontin itu. Dan sosok puteri Rowena berada di depannya.
“Jolie,sekarang kau tahu, kaulah yang terpilih?”matanya menatap Jolie hangat. “Hentikan tangismu, mari kita sama-sama mengakhiri ini semua.”
Tangan Jolie menerima uluran wanita itu. Rasa tak berdaya melingkupi dirinya.
“Jangan menangis sayang, aku tahu apa yang kau rasakan.”
Jolie mengelap tangisnya. Cahaya bersinar terang membawanya ke tempat yang lainnya.
Di rumah yang terkepung Barry, Bibi Manda, serta Michel terperangkap. Hewan-hewan kecil berbentuk laba-laba masuk satu persatu. Pukulan, lemparan, menggunakan apapun mereka lakukan untuk mengusir mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar