Berpuluh-puluh kuda
berlari mengitarinya. Seseorang dengan liontin bercahaya itu berdiri tepat di
tengah kerumunan kuda yang meringkik serta berjingkat hendak menghantam wanita berambut
pirang yang terurai serta ada sematan semacam perhiasan atau yang kita kenal
dengan jepitan. Bertengger di sisi kanan-kirinya. Bentuk jepitan itu daun yang
berwarna hijau keperakan. Beberapa detik kemudian kuda-kuda yang mengitarinya,
menerjang bersamaan. Ketika itu cahaya bersinar sangat terang. Menusuk ke mata
pancarannya.
Kisilakasa
hasadojikalaja nemuna ninina huna daasyaja
Hilang. Lenyap.
Jolie membuka mata. Ia
terbaring di tempat asing. Ranjang yang ia tiduri sangat nyaman. Empuk. Di sisi
kiri kanan ada hiasan berupa patung kupu-kupu dari batu pualam, spraynya pun berwarna putih. Permadani
yang terhampar di tiap sudutnya bermotif bunga yang terbuat dari emas. Di
depannya muncul sosok wanita sangat cantik berdiadem berlian, terpasang di
kepalanya.
Terkaget.”Siapa
kau?”ketakutan membuatnya mengeratkan selimut dan bergerak mundur menempel di ujung
kasur. Matanya mengawasi sosok berkulit putih dan harum itu.
Ia tersenyum ke arah
Jolie.
“Jangan takut Jolie.
Aku hanya ingin memberitahumu, tentang...,”sembari menunjuk ke liontin yang
dikenakan Jolie.
“Apa?”menatap liontin
yang terjuntai di lehernya,”inikah?”tanya Jolie seraya memegang liontinnya.
Ia mengangguk.
“Aku tak mengerti
kenapa liontin ini bercahaya tempo waktu? Dan kenapa aku di sini? Hah ..di mana
Barry dan bibi Manda?”ucap Jolie kebingungan. “Sungguh aku tak mengerti. Dan
siapa kau?”
“Jolie. Tak penting
siapa aku, yang terpenting adalah keluargamu sekarang. Liontin itu akan mereka
rebut. Mereka sangat berbahaya sayang. Kau harus hati-hati dengan mereka.
Gunakan liontin itu jika keluargamu terancam.”
“A..aku tak mengerti.
Liontin ini bisa menolong keluargaku. Apa maksudmu, liontin ini seperti
senjata? Dan siapa mereka?kenapa mereka menginginkan benda ini?apa hubungannya
denganku?”
“Kau akan tahu suatu
hari nanti sayang. Aku akan selalu disampingmu.”
Cahaya mulai
memudar.”Tunggu..tunggu..tolong jelaskan. Tunggu!”pekik Jolie. Wanita itu menjauh
laksana tersedot oleh mesin waktu. Gelap.
“Selamat pagi puteri
tidur,”sapa Bibi Manda dengan makanan yang ia bawa. “Tunggu, jangan bergerak,”meletakkan
tangannya ke kening Jolie,”syukurlah panasmu telah turun.”
“Apa yang terjadi Bi.
Auw sakit,”seraya mengelus keningnya.
“Apa kau tak ingat?”
Menggeleng. Bibi menghela
nafas.
“Kemarin kau terpeleset
di kamar mandi. Bibi sampai panik. Tak hanya itu badanmu juga panas. Bibi dan
Barry sudah memberimu pertolongan pertama namun tetap saja belum turun-turun
panasnya. Akhirnya kami memanggil dokter. Syukurlah panasmu berkurang. Ini
makan buburnya selagi panas .Juga jangan lupa obatnya harus kau minum sampai
habis,”perintah Bibi.
“Baik Bi. Terimakasih umm
Barry di mana?”tanyanya celigukan tak mendapati Barry yang biasanya
membangunkannya.
“Dia sedang keluar
bersama temannya. Umm jika tak salah Michel. Mereka tadi jogging bersama.
Sepertinya kalian harus mengakrabkan diri dengan lingkungan sekitar biar
temanmu banyak,”tutur Bibi yang sedang melipat gorden dan mengencangnya di tiap
sudut jendela.
Semoga Barry aman.
Perasaanku kenapa tak enak ya.
“Bi aku...mau tanya
sesuatu.”
“Iya, ada apa sayang.
Ayo Bibi siap mendengarkan,”mendekati Jolie dan duduk di bibir ranjang.
“Umm apa Bibi tahu Ibu
mendapatkan liontin ini bagaimana?”
“Aw. Bibi tidak terlalu
jelas bagaimana ibumu mendapatkannya sewaktu itu. Namun ibumu pernah cerita
jika ia mendapatkannya karena diberikan oleh seseorang wanita tua katanya
liontin itu pantas untuk ibumu dan ia meminta ini diberikan padamu karena tanda
terimakasih ibumu telah menolong wanita itu. Memang kenapa Jolie?”
“Ah..ti tidak apa-apa.
Aku hanya merasa liontin ini begitu spesial.”
“Oh apakah hanya
itu?”Bibi menyelidik.
“Sebenarnya..ummm bukan
hanya itu Bi. Tempo waktu aku merasakan keanehan pada liontin yang kupakai
sekarang. Entah. Namun 4 hari yang lalu aku bersama Barry melihat liontin ini
mengeluarkan sinar yang teramat terang. Padahal liontin ini tak ada batu
baterai maupun hal lainnya yang membuat ia bersinar.”
“Benarkah?”Bibi tak
percaya, “namun umm Bibi pernah mendengarnya dari ibumu. Jika ia pernah terkaget
ketika liontin itu bersinar. Aku mengganggapnya gila sesaat. Jadi itu memang benar,
sayang?”tanya Bibi penasaran sembari menyipitkan mata.
“Iya Bi. Barry sebagai
saksinya. Dan ada juga hal lainnya Bi?”
“Apa itu?”
“Aku bermimpi ada
seorang wanita mendatangiku dan ia berkata jika mereka akan merebut liontin
ini. Sepertinya liontin ini sangat berharga bagi mereka. Aku tak tahu siapa
yang ia maksud. Dan aku juga tak begitu yakin siapa sebenarnya wanita yang
selalu membayangi mimpiku,”menatap Bibinya,”aku takut Bi.”
Tangan Jolie digenggam
erat Bibi.
“Jangan khawatir sayang
Bibi ada di sini.”
Jolie memeluk Bibinya
kuat-kuat. Mendung mulai menggayut di langit-langit bumi. Warna hitam di awan
makin menebal. Hujan mulai berderai membasahi daun-daun.
***
Rimbunnya dedaunan yang
menantang langit mulai bergoyang ke kiri dan ke kanan seiring dengan angin yang
membelai tiap inci daun. Awan menghitam yang berkumpul menahan Barry yang
tengah berjoging bersama Michel untuk menghentikan aktivitasnya sesaat. Di
tengah hutan yang mereka jelajahi ada sebuah terowongan seperti goa. Mereka
berhenti untuk menghindari badai jika ada badai menghantam hutan ini.
“Wah hari ini
sepertinya bukan hari mujur kita. Padahal jika kita bisa masuk ke dalam hutan
lebih dalam akan kita temukan buah-buahan yang ranum dan enak. Maafkan aku
Barry membuatmu terjebak di sini.”
“Ah tak apa. Aku senang
bisa berpetualang bersama teman baru. Apa lagi dengan mengexplore wilayah ini aku makin tahu hal baru. Dulu aku pernah berpetualang
bersama Jolie . Saat itu aku baru umur 5 tahun. Kami pergi menuju bukit yang
terletak di belakang rumah nenek kami di dusun Hobart. Di sana aku pertama
menemukan serangga-serangga kecil yang aneh. Namun aku suka dengan mereka. Tapi
kami saking keasyikan membuat kami lupa waktu dan ayah mencari kami. Ia sangat
khawatir. Hmm. Aku rindu saat itu. Yahh itu ceritaku, hehehe”tersenyum ke arah
Michel.” Mungkin kapan-kapan kau harus
ku ajak ke sana.”sembari memendarkan pandang ke arah hujan yang menitik
lebat,”wah kapan ini berhenti ya.
“Kita belum sarapan
lagi. Perutku telah berteriak kelaparan,”lanjutnya melucu.
Michel memperhatikan
Barry dengan seksama. Ia menangkap begitu akurnya ia dengan kakaknya dan kehangatan
yang ada dalam keluarganya. Sedangkan ia hanya anak yang di buang oleh ke dua
orangtuanya. Merenung dan terdiam. Hanya menatap ke air yang turun menghujam ke
bumi. Hujan yang sangat deras. Gua ini cukup menghangatkan mereka berdua yang
tengah kedinginan. Deru hujan yang menetes membentuk kucuran beberapa di bibir
goa yang mereka diami.
“Siapa kalian? kenapa
di sini?”
Tersentak ketika ada
suara bisikan yang ada di belakang mereka. Di dalam gua yang gelap. Barry dan
Michel menengok serta merapatkan diri jika ada sesuatu hal yang membahayakan
nyawa mereka.
“Michel, siapa yang ada
di dalam gua ini?”tanya Barry. Hanya gelengan yang Michel beri.
“Roaammm.” ,lolongan
keras keluar dari dalam gua.
“Aku tak tahu itu suara
apa tapi sebaiknya kita pergi dari sini Michel,”berlari keluar gua,”Michel ayo
pergi!”pekik Barry.
Michel hanya terpaku
antara berlari atau menghadapi mahluk yang ada di depannya. Rasa penasaran
terhadap mahluk yang berada di depannya yang ada di dalam gua meningkatkan
adrenalin tubuhnya namun mendengar teriakan Barry yang mengajaknya untuk pergi
mengurungkan niatnya ia untuk tetap tinggal dan menyelidiki mahluk yang tak
muncul batang hidungnya.
“Baiklah Barry. ..kita
pulang,”berlari ke arah Barry.
Bergegas pulang ,
berlari sekencang mungkin. Guyuran hujan membuat mereka basah kuyup. Menuruni
gua dan sekarang mendapati semak-semak setinggi dada mereka.
“Cepat Michel. Jangan
sampai mahluk itu mengejar kita,”kata Barry yang tengah berlari serta sesekali
menengok ke Michel. Sewaktu menuruni turunan Barry terpeleset karena rumput
yang berbaur dengan air hujan.
“Aw,”erang Barry
kesakitan. Michel yang ada di belakangnya segera menolongnya.
“Apa kau tidak
apa-apa?”ia menyodorkan tangan membantu Barry untuk berdiri. Ketika menerima
uluran tangan Michel, Barry menatap awan hitam yang berada di atasnya. Bergerak
dengan cepat. Dan. Jlug. Mata Barry terbelalak menatap mata kuning , tubuh
besar, berbulu lebat dan berekor.
“Michel di belakangmu!”
“Ada apa?”
Michel menengok dan ia
dapati mahluk besar mengerikan.
“Aaaaa,”teriak mereka
dan berlari tunggang-langgang.
***
Hujan masih memburu.
Lebat tak terkira. Jolie dan Bibi Manda turun ke dapur. Jolie mendekati jendela
dan menyibak gorden yang menutupi. Sesekali ia melihat ke sudut kanan maupun
kiri untuk mengecek keberadaan Barry di luar. Duerr. Halilintar menyentak gadis
manis itu. Bibi yang membersihkan ruang makan ikut kaget.
“Wah hujannya makin
deras. Jolie sebaiknya kau tidur lagi supaya pulih cepat,”saran wanita separuh
baya itu dan terkejut melihat awan hitam yang bergerak tak wajar,”oh. Jolie apa
ini hanya perasaanku saja jika awan itu bergerak sangat cepat?”Bibi bertanya
kepada Jolie untuk meyakini jika yang ia lihat benar.
Jolie yang sedari tadi
melihat ke ujung jalan beralih menatap ke langit mencari awan yang bibinya
maksud.
“Hah awan itu,.iya Bi
kamu benar. Sepertinya menuju kemari.”
“Oh apa itu Jolie.
Sebaiknya kita tutup semua jendela. Aku takut jika nanti terjadi sesuatu.”
“Baik Bi.”
Mereka bergegas menutup
jendela serta pintu seluruh rumah. Awan hitam yang berkerumun mendayung sampai
berada di ujung desa. Tak hanya itu teriakan dua pemuda yang berlari secepat
lesatan kilat terlihat di ujung jalan. Jolie yang masih mengawasi melihat
kedatangan mereka, segera ia buka pintu.
“Dari mana saja
kalian?” teriak Jolie kepada Barry dan Michel, “apa kau tak tahu Barry ada
suatu yang aneh. Lihat awan yang hitam itu datang menuju kemari,”sembari
menunjuk ke arah luar. Jolie sangat murka kepada Barry. Ia sangat cemas karena
banyak hal aneh yang sedang terjadi membuat pikiran Jolie menjadi kacau.
Barry dan Michel yang
masih terengah-engah hanya diam tak berkutik. Bibi yang mengerti ketegangan ini
kemudian menyuruh kedua pemuda itu duduk serta memberikan handuk. Tetesan air
yang melingkupi mereka menetes bagaikan kucuran air terjun mini , lantai pun
ikut basah menampung air yang turun dari setiap sudut baju mereka.
“Minumlah dulu jahe
ini.”
“Trimakasih Bi,”ucap kedua
pemuda itu.
Jolie masih berkacak
pinggang dan menatap tajam ke arah Barry. Bibi menepuk pundak Jolie supaya
lebih tenang.
“Tenangkan dirimu. Apa
kau tak lihat mereka basah kuyup seperti itu.”
Menarik nafas panjang.
Jolie lebih tenang. Ia kemudian menarik kursi yang ada di depan Barry.
Bersedekap dan mulai melayangkan tanya dengan menatap Barry tepat di titik
hitam bola matanya.
“Kau kemana saja?aku
sangat khawatir Barry? Ada keanehan-keanaehan yang sedang berjalan hari ini dan
kenapa kalian lama sekali jogging. Hei Michel kau ajak kemana saja adikku
ini,”pekik Jolie tak sabar.
“Kak, tenangkan dirimu.
Beri kesempatan ke kami untuk menjelaskan,” hening.
“Ok aku
mendengarkan,”ucap Jolie sembari bersedekap dan mencondongkan badannya
bersandar ke punggung kursi.
“Kami tadi
berjalan-jalan sampai ke dalam hutan.”
“Apa?”teriak Jolie.
“Tenang dulu kami belum
selesai.”
“Iya Jolie dengarkan
penjelasan mereka,”hatur Bibi menenangkan suasana.
“Saking ke asyikan menelusuri
keindahan hutan kami lupa jika kami berjalan terlalu jauh. Buah yang kami cari
juga tak ketemu,”ucap Michel.
”Dan hujan mulai deras
sehingga membuat kami terhenti. Akan pulang sangat jauh dan kami menemukan
sebuah gua di kaki bukit. Kami berteduh beberapa saat di sana namun hujan juga
tak kunjung reda. Di sana kami mendengar suara dari dalam goa. Sangat
menyeramkan. Suara itu yang membuat kami berlari pulang. Namun di tengah
perjalanan aku terjatuh. Dan aku melihat awan yang tidak normal serta melihat
mahluk besar seperti musang. Akan tetapi besarnya 3 kali tubuh orang dewasa.
Kami bersyukur bisa keluar dari sana dan mahluk itu tak mengejar. Kami
beruntung masih selamat,”jelas Barry.
“Oh Barry maafkan aku
terlalu galak memarahimu. Michel maafkan aku ya,”sembari menggenggam tangan
Barry di atas meja.
“Tak apa aku paham
kekhawatiranmu. Tapi yang kita khawatirkan sekarang adalah awan itu.”
Barry menuju ke
jendela. Ia menangkap sesuatu.
“Lihat awan itu ada di
atas rumah ini.”
Mereka terkejut dan
bergerak menuju jendela. Serta menuju lantai atas.
“Aku akan ke lantai
atas,”bergegas berlari menuju tangga.
“Jolie aku ikut,”pinta
Michel.
Mereka berlari ke
lantai dua sembari memegang senjata. Jolie membawa pan, sedangkan Michel
membawa sapu. Ah apa mereka anggap itu sebuah senjata?
“Jolie hati-hati,”pinta
Michel. Anggukan Jolie mengiyakan.
“Michel kamu mengecek
di kamar pojok itu, aku yang di sana.”
“Ok. Jika terjadi
sesuatu jangan sungkan untuk berteriak. Ok !”
Sewaktu di kamar bibi Manda
Jolie tergagap. Ia mengumpulkan keberanian untuk masuk ke ruang itu. Terlambat.
Salah satu jendela yang ada di ruang itu masih terbuka. Jolie berlari menuju
jendela itu berharap apapun mahluk yang berada di luar tak masuk melalui
jendela itu. Ketika ia meraih daun jendela. Tangannya dipegang mahluk yang
mengerikan. Kulit mahluk mengerikan itu mengelupas, bersisik seperti kadal dan
berwarna hitam yang mengkilat. Jolie berteriak sekencang mungkin serta berusaha
melepas apa yang menariknya.
“Lepaskan..lepaskan.”
Michel yang mendengar
teriakannya segera melesat ke ruang Jolie. Jolie berontak. Namun tangan-tangan
yang menggapainya makin banyak. Ia tak kuasa. Michel telah berada di bibir
pintunya. Segera Michel memukul mahluk yang mencoba membawa Jolie. Pukulan
Michel tak mempan. Ia di dorong oleh kekuatan di luar batasnya. Terpelanting ke
tembok.
“Michel. Tidak!”jerit
Jolie.
Jolie terjatuh dan
hilang. Barry dan Bibi berlari ke atas. Ia mendapati Michel yang terkulai di
lantai dengan darah yang mengucur dari dahinya.
“Michel, sadar nak.
Sadar.”
“Bibi , Jolie?”ucap
Barry.
Hanya angin yang
menerbangkan gorden putih di jendela itu. Dedaunan yang terbang menuju ke dalam
ruang.
“Jolie, mereka
membawamu kemana.”bisik Bibi kepada angin.
***
Wanita berdiadem itu
mondar-mandir di kamarnya. Menunggu seseorang yang belum muncul batang
hidungnya membuat kegelisahan kian menganga.
“Puteri, hamba di
sini.”
“Kemana saja kamu
Diego? Aku berharap kau tak pergi terlalu jauh. Apa kau tahu berita akhir-akhir
ini? Mereka yang ingin menguasai wilayah ini sudah bangkit kembali.”
Puteri Rowena hanya
menatap Diego. Kekhawatiran yang sangat terlihat di pancaran matanya. Liontin
yang berada di lehernya segera ia lepas dan di taruhnya di kotak perhiasan yang
biasa.
“Tolong ini kau antar
ke Bibi Claws ia akan tahu apa yang seharusnya ia lakukan.”
Diego undur diri. Ia
segera menancap kecepatan kudanya untuk mengantarkan pesan puteri Rowena
titahkan. Perang antara bangsa Rowena dengan bangsa Sidugur tengah panas.
Memperebutkan liontin yang menjadi kekuatan bangsa Rowena untuk kesejahteraan
semua. Sebaliknya bangsa Sidugur ingin menguasai semua dengan bantuan liontin
itu.
Manneno
ninina nasero dulguri basilosica lasicakalash.
Mantera yang ia ucapkan
mengeluarkan sinar dari tangannya. Ia hempaskan ke langit dan melesat ke negeri
yang yang tak di kenal. Diego telah bertemu dengan bibi claws dan dia menerima
liontin itu. Segeralah ia pergi ke arah utara untuk melindungi liontin itu.
“Bibi
hanya kau yang bisa mengkawal liontin ini. Berikan ke seseorang yang akan
menjadi pewaris kekuatan ini. Seorang gadis kelahiran juli di seratus tahun
setelahnya.”
Bisikan dari puteri
Rowena menelusup di pendengaran Bibi Claws.
“Hanya gadis itu yang
bisa menghancurkan mereka, hanya dia.”
Jolie menatap ke langit-langit
kamarnya. Nafasnya terengah-engah. Jadi semua hanya mimpi. Keringat mengucur ke
tiap sudut-sudut pelipisnya. Ia mendekati jendela. Disibaknya gorden yang
melingkar. Cuaca cerah masih pagi. Lega jika hanya mimpi.
“Kau pikir ini mimpi
Jolie? Tidak!karena kau ada di dalam genggamanku sekarang,”suara menggelegar
terdengar dilanjutkan dengan tawa yang memecah sunyi. Ia tersentak.
Mata bulat berwarna kuning besar tiba-tiba menyembul di
jendela. Gadis itu terhempas ke lantai. Suara yang menggelegar menggetarkan
dadanya. Liontin itu menyala terang dan mahluk itu teriak kesakitan kemudian
lenyap. Ruang yang dulunya bersih menjadi gelap serta kotor. Seperti di balut
oli, licin. Bau menyengat sangat busuk. Perutnya seperti di kocok naik-turun
dengan Rollercoaster. Dia ketakutan.
Keajaiban itu terjadi.
Liontin itu menyala kian terang dan menelan ia. Layaknya menelusuri mesin
waktu, Jolie terhempas di padang rumput hijau. Setelah terkulai jatuh di tanah
ia menyadari sesuatu.
“Aku.. aku adalah yang
dia pilih. Oh kenapa aku?aku tak tahu harus berbuat apa,”isaknya.
“Hei kau,.dimana
dirimu?aku membutuhkanmu. Aku sangat takut,”teriaknya kepada angin berharap
wanita yang selalu membayangi mimpinya muncul. Namun hanya harapan kosong, ia
tak kunjung jua datang.
Ia meringkuk di samping
pohon yang tumbang. Memikirkan keadaan orang-orang yang ia sayangi membuat
sembilu menjadi.
“Apa yang harus aku
lakukan,”sembari menggenggam liontin ini.
Mirosa
sara sedikjla,.naninini nore sorealia
Tanpa sadar bibir mungil Jolie berbisik kepada
angin mengucapkan kalimat yang ia tak tahu artinya setelah ia pandang liontin
itu. Dan sosok puteri Rowena berada di depannya.
“Jolie,sekarang kau
tahu, kaulah yang terpilih?”matanya menatap Jolie hangat. “Hentikan tangismu,
mari kita sama-sama mengakhiri ini semua.”
Tangan Jolie menerima
uluran wanita itu. Rasa tak berdaya melingkupi dirinya.
“Jangan menangis
sayang, aku tahu apa yang kau rasakan.”
Jolie mengelap
tangisnya. Cahaya bersinar terang membawanya ke tempat yang lainnya.
Di rumah yang terkepung
Barry, Bibi Manda, serta Michel terperangkap. Hewan-hewan kecil berbentuk
laba-laba masuk satu persatu. Pukulan, lemparan, menggunakan apapun mereka
lakukan untuk mengusir mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar