Kacamata yang ia
kenakan sedikit merendah. Tangan kanan yang masih melilit pena ia gerakkan
kearah kacamata yang kian rendah. Jari tengahnya seperti mematuk dan mendorong,
kacamata pun terlihat seimbang di menara hidung yang lumayan tinggi.
Rena kerja serabutan.
Pagi membantu Bulek pengepakkan sampai penyetoran ketoko. Sore terkadang
memberikan les privat jika ada panggilan dari pelanggan. Itulah sebagian besar
kegiatan harian Rena si gendut, orang-orang kampung di desanya menyebut ia
demikian.
***
Semilir angin menerpa
wajah dan tubuh gadis manis itu. Sejuk. Rasa kantuk semalam akibat lembur
membuat corat-coret tulisan yang biasanya ia kirimkan ke surat kabar masih tertahan. Meski
tak semua hasil karya yang telah ia buat termuat rapi dan muncul di halaman
utama. Atas nama ikhtiar dan memang menjadi sebuah hobi, Rena tak
mempermasalahkan masalah itu.
Hoamm. Berkali-kali
gadis desa itu menguap.
‘Ren, sana cuci muka
dulu’ suruh Bulek melihat ponakannya menguap beberapa kali
‘Tidur jam berapa semalam?
Lembur lagi pasti!’ Selidik Bulek.
‘Iya Bulek’ jawab Rena
sambil terkekeh garuk-garuk kepala
‘Kamu udahin aja itu,
apa itu namanya , bikin artikulasi ato apa Ren?’
‘Article ’
‘Nah maksudnya itu’
menghela nafas ‘kita kan bisa join dan menggerakkan bisnis kita bareng-bareng,
iya kan? Nanti masalah pemasukan bisa kita kelola Ren, ya mau ya’ harap Bulek
Melihat Bulek sedemikian Rena merasakan rasa bersyukur serta tak enak hati,entah. Apa karena anggannya masih tinggi , mempunyai impian bekerja di perusaan besar dan mentereng, atau hanya mengejar masalah status sosial?. Ah entah, tak menahulah tentang hal demikian. Yang ada dibenak adalah bagaimana cara mengentas dari kemiskinan yang melanda keluarganya yang terbilang di bawah standar kesejahteraan. Membantu ayah ibu, menyekolahkan ade yang masa depannya masih panjang. Itu yang terpenting,rencana Rena.
***
Berpuluh-puluh bungkus
keripik sagu telah tertata rapi. Box – box kripik sagu siap untuk dikirim
keberbagai tempat. Menyelusuri jalan raya yang bisa dibilang masih segar,
memberikan perasaan positif tersendiri.
‘Bismillah..ya Robb
lancarkan, cukupkan rezeki hamba-hambamu ini ya Allah Aamiin,”harap Rena.
Toko pertama mendapat
setoran 10 bungkus, toko kedua 20 bungkus,dan toko ketiga 30 bungkus.
Alhamdulillah 2 kotak kripik sagu yang kemaren disetor juga habis tak tersisa.
Hanya Ia Sang Pemberi segala, hanya Ia yang mengizinkan kripik-kripik sagu terjual
habis tak bersisa.
Jam menunjukkan pukul
11.30, kaki mantapnya melangkah ke Masjid terdekat. Sebentara lagi azan.
Mendung. Angin pun terasa lebih kencang. Dingin. Menunggu adzan dzuhur gadis
berkerudung hijau itu duduk diserambi. Matanya terpendar keseluruh masjid. Mata
jelinya mendapati papan pengumuman,
berisi berbagai hal tak terkecuali selebaran yang cukup menggoda hatinya.
‘Lowongan kerja TKI ke
Canada’ Bibir merahnya layaknya mengeja,mata membulat, tercenung,dan berfikir. “Apa
aku daftar kesana saja ya? Namun setelah membaca lebih detail, kudapati tulisan
sebagai buruh” pikirannya menciut muka berubah kalut. Ada sesak yang menjalari
dalam hati, wajah ayah ibu membayangi. Hmm sebagai lulusan sarjana yang telah
menganggur 1 th itu adalah prestasi luar biasa dalam hidup gadis manis itu. “Dan
ada sedikit rasa ingin mencoba lowongan kerja di sana namun dalam sisi lain apa
yang akan dikata ayah jika hanya sebagai buruh disana?”hatinya berperang. Ah
gengsi memang bikin mati.
Ayah yang selalu memberikan support dikala Rena terjatuh selalu mengatakan:
Ayah yang selalu memberikan support dikala Rena terjatuh selalu mengatakan:
“Rezeki itu datang dari
Allah Ren, mintalah padaNya, insya Allah dikasih dan jangan hanya tertuju
tentang soal materi saja. Ada yang kekayaannya sampai milyaran rupiah, namun
apa yang terjadi dengan keluarganya? Anak-anaknya rusak tak karuan
kepribadiannya, istrinya hobi selingkuh, naudzubillah. Berdoalah mendapat
rezeki yang menentramkan hati dan memberikan kecukupan Nduk. Kecukupan bukan
hanya soal materi,namun kecukupan batin juga. Berdoa, dzikir, sholat malam,
diperbanyak semoga dimudahkan jalanmu anakku”.
Perlahan tak terasa
bulir-bulir air mata menuruni bukit pipi tembemnya. Hangat. Adzan berkumandang.
Mendengar suara itu rasanya menyejukkan. Sholat dzuhur ditunaikan. Setelah sepi,
ia masih saja bersimpuh memanjangkan doa untuk kebaikan dunia akherat.
“Ya Robb, apakah ini yang terbaik bagi hamba. Sudah 1 th Rabb, sudah 1 th hamba mohon dengan sangat lapangkan rezeki hamba ya Allah. Rezeki yang menenangkan, yang mencukupkan lahir batin, untuk diriku dan kelebihannya untuk hambaMu yang lain. Allah... hamba yakin kondisi ini sudah Engkau perhitungkan untukku karena tak ada sesuatu keputusanMu yang luput dari kata sempurna. Ya Allah ..tolong dengan sangat..tolong dengan sangat..jangan biarkan iman tercerabut dalam dada atas nama ketidakberdayaan, sungguh Allah Engkau penolong yang nyata,”isaknya penuh harap dalam doa.
“Ya Robb, apakah ini yang terbaik bagi hamba. Sudah 1 th Rabb, sudah 1 th hamba mohon dengan sangat lapangkan rezeki hamba ya Allah. Rezeki yang menenangkan, yang mencukupkan lahir batin, untuk diriku dan kelebihannya untuk hambaMu yang lain. Allah... hamba yakin kondisi ini sudah Engkau perhitungkan untukku karena tak ada sesuatu keputusanMu yang luput dari kata sempurna. Ya Allah ..tolong dengan sangat..tolong dengan sangat..jangan biarkan iman tercerabut dalam dada atas nama ketidakberdayaan, sungguh Allah Engkau penolong yang nyata,”isaknya penuh harap dalam doa.
Air mata yang tertahan
mengambang di pelupuk mata akhirnya mengalir deras membasahi pipi. Tergugu,
meluapkan apa yang ada dalam hati. Semoga Allah menguatkan tiap hamba-hambaNYa
yang mengalami kesulitan. Amin
***
Tetaplah dekat padaku
Allah, sejatinya hatiku tak bisa jauh dari Mu
Kunci ditancapkan motor
di nyalakan. Rena arahkan kembali ke rumah Bulek tuk pelaporan misi telah
selesai.
“Alhamdulillah,
trimakasih ya Ren,”Bulek tersenyum senang
“Ini untuk kamu,” sembari
Bulek memberikan uang 100rb kepada gadis bermata jeli itu.
“Alhamdulillah,
terimakasih Bulek,” Terimakasih Allah atas rezekimu hari ini. Tersenyum.
***
Batin dalam hati gadis
itu :
Tak buntu hanya saja
belumku temukan jalan itu. Tak menahu seberapa lama akan seperti ini. Namun
waktu tiada henti. Akan ku temui apa dimasa depan nanti?, tak ingin ku pandang.
Yang ku tatap adalah hari ini, hari dimana aku bergelut dengan waktu. Hari saat
peluh-peluh menjadi saksi bisu masa depan kelak.
Harapan. Rasanya dengan
kata-kata itu aku...entah. Takut. Yang terfikir adalah hari ini. Untuk masa
depan nanti ku serahkan pada illahi.
Apa aku menyerah?
Untuk coretan yang
kelima puluh lima perusahaan aku menyodorkan cv ,apa itu tanda menyerah?
Apa aku putus asa?
Untuk apa menjual
kripik sagu dan bekerjasama dengan bibiku, memberikan les privat, apa itu putus
asa?
Hanya saja sempat
terbesit dalam pikiran untuk membuang semua. Rasa marah, kecewa, takut, cemas
tak pelak memenuhi pikiran hina. Tapi tak bisa aku hidup seperti ini, penuh
marah serta pikiran negatif lainnya.
Apa ini hidup bahagia?
Tidak!
Pada akhirnya perlahan
semua pikiran hina itu ku cabut satu-persatu sampai tak bersisa, sampai tak
kurasakan rasa marah, kecewa yang sempat menyesakkan dada.
Apa hanya karena materi
, hidupku terkungkung kedalam lembah sengsara?
Sungguh... aku tak ingin
menjadi orang yang merugi.
Materi memang
dibutuhkan oleh keluarga maupun untuk orang-orang yang berkekurangan. Tapi hati
ini yakin. Allah memberikan secuil ujian dan seluas langit penawar. Khusnudzon
membuka jalan bahagia dunia akherat.
Tiap bulir peluh dan
air mata menjadi saksi, dikala hati meradang butuh kasih, cinta, dan sayang
dari Engkau Allah.
Mendobrak
ketidakberdayaan banyak aral melintang bukankah kekuatan itu tetap ada? Yaitu
Dia Sang Maha Perkasa.
***
La Tahzan For Jobseeker,
hanya Allah ..hanya kepadaNya kita meminta pertolongan. Tetap syukuri apa yang
ada. Lihatlah lebih luas, jangan hanya terpaku kepada nafsu yang terkadang
membuat kita jauh dari Nya. Semoga Allah memaafkan, mengampuni, dan meridhoi
apa yang kita pinta padaNya. Barokallah ...semoga bermanfaat.. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar