Plok plok plok bunyi palu menghantam paku ke kayu. Memekik
telinga. Peluh Pak Anto bercucuran yang sedari tadi merangkai kayu demi kayu
tuk menjadi sebuah rak baru. karena yang lama telah rusak membeku. Rak tersebut
digunakan sebagai tempat jualan Helm yang merupakan usaha kecil-kecilan
keluarga Anto.
Bu Ana, istri Pak Anto membuat segelas teh untuk suaminya
tercinta di pagi itu. Segelas teh yang disandingkan dengan sebuntal kerupuk
sebagai pelega dahaga dan pengurang rasa lapar menjadi bekal harian untuk menjalani
aktivitasnya.
“Sudah siap Mas raknya?”tanya Bu Andriana lembut kepada
suaminya.
“Tinggal satu kayu lagi Bu,” jawab Pak Anto sembari mengelap
peluh yang membasahi pipi.
“Ditinggal sebentar dulu aja. Minum dan makan sini Pak, biar
lebih bertenaga” ujar istrinya yang memulas wajah dengan senyum terindah.
Ditengah kesulitan ekonomi yang sedang melanda mereka
berusaha untuk tetap kompak dan mesra.
Dikaruniai anak tiga dan hidup serba keterbatasan ekonomi sangatlah tidak
mudah. Untuk pemenuhan dapur mengepul
dan pembiayaan pendidikan anak, sepasang suami istri tersebut berusaha keras.
Entah bagaimana caranya asal halal dan barokah mereka tunaikan. Untuk menyokong
ekonomi rumah tangga Pak Anto tak tanggung-tanggung tuk menjadi tukang foto
copi. Yang gaji bulanannya telah tetap, meski terkadang itupun belum cukup tuk
pemenuhan semua kebutuhan. Akan tetapi rasa syukur terpatri dalam hati.
Jubah hitam menutupi bumi Yogyakarta. Malam telah tiba. Di kamar
yang sempit tangan Pak Anto menggenggam erat tangan istrinya. Mata saling
beradu. Senyum terulas tulus.
“Trimakasih untuk kerja keras hari ini Mas, “ucap Ibu dari
ketiga anak itu mesra kepada suaminya,tak luput pula binar sungingan senyum
terpoles indah di wajahnya.
Hanya peluk dan kecupan kening yang dalam Pak Anto
membalasnya.
***
Suara azan subuh menggema menyebar halus membangunkan
hati-hati perindu surga. Pak Anto beserta istri dan anak sholat berjamaah di
rumah. Doa terlantun penuh harap. Selain rezeki yang dicukupkan, mempunyai anak
sholeh sholehah adalah hal utama. Permata hati mereka alhamdulllah memahami
kondisi keluarga. Si bungsu yang masih TK pun tak rewel seperti anak-anak
kebanyakan. Yang tengahpun kalem-kalem saja meski gempuran materi dari
teman-teman SMPnya yang kaya tengah bergolak. Sedangkan yang tertua, Harni,
yang tengah duduk dibangku SMA tidak menuntut ini itu seperti remaja
kebanyakan. Alhamdulillah Allah memang sayang terhadap kami. Rasa kasih sayang,
semua tercurah kepada kami yang notabene keluarga tak berkecukupan, keluarga
miskin.
Gempuran paling kuat adalah saat persaingan pedagang Helm
yang makin marak. Ada yang menurunkan harga di bawah standar untuk menarik
pelanggan. Usaha kami pun terkena imbas. Awal sehari dapat mendatangkan
pelanggan 8 sampai 10 ,sekarang terkadang tak satupun Helm terjual. Pulang tanpa
membawa apapun pernah. Kadang sampai hanya minum air tanpa makan dalam sehari.
Semua adalah cobaan. Kami bersabar. Komunikasi serta rasa sayang, percaya
terhadap pasangan kami perkuat. Tanpa dia aku apa ,tanpa aku dia tak daya.
Allah Maha Pemberi Rahmat dengan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar