Kamis, 27 Maret 2014

SAKINAH BERSAMAMU (BASED ON THE TRUE STORY)



Plok plok plok bunyi palu menghantam paku ke kayu. Memekik telinga. Peluh Pak Anto bercucuran yang sedari tadi merangkai kayu demi kayu tuk menjadi sebuah rak baru. karena yang lama telah rusak membeku. Rak tersebut digunakan sebagai tempat jualan Helm yang merupakan usaha kecil-kecilan keluarga Anto.
Bu Ana, istri Pak Anto membuat segelas teh untuk suaminya tercinta di pagi itu. Segelas teh yang disandingkan dengan sebuntal kerupuk sebagai pelega dahaga dan pengurang rasa lapar menjadi bekal harian untuk menjalani aktivitasnya.
“Sudah siap Mas raknya?”tanya Bu Andriana lembut kepada suaminya.
“Tinggal satu kayu lagi Bu,” jawab Pak Anto sembari mengelap peluh yang membasahi pipi.
“Ditinggal sebentar dulu aja. Minum dan makan sini Pak, biar lebih bertenaga” ujar istrinya yang memulas wajah dengan senyum terindah.
Ditengah kesulitan ekonomi yang sedang melanda mereka berusaha untuk tetap  kompak dan mesra. Dikaruniai anak tiga dan hidup serba keterbatasan ekonomi sangatlah tidak mudah.  Untuk pemenuhan dapur mengepul dan pembiayaan pendidikan anak, sepasang suami istri tersebut berusaha keras. Entah bagaimana caranya asal halal dan barokah mereka tunaikan. Untuk menyokong ekonomi rumah tangga Pak Anto tak tanggung-tanggung tuk menjadi tukang foto copi. Yang gaji bulanannya telah tetap, meski terkadang itupun belum cukup tuk pemenuhan semua kebutuhan. Akan tetapi rasa syukur terpatri dalam hati.
Jubah hitam menutupi bumi Yogyakarta. Malam telah tiba. Di kamar yang sempit tangan Pak Anto menggenggam erat tangan istrinya. Mata saling beradu. Senyum terulas tulus.
“Trimakasih untuk kerja keras hari ini Mas, “ucap Ibu dari ketiga anak itu mesra kepada suaminya,tak luput pula binar sungingan senyum terpoles indah di wajahnya.
Hanya peluk dan kecupan kening yang dalam Pak Anto membalasnya.
***
Suara azan subuh menggema menyebar halus membangunkan hati-hati perindu surga. Pak Anto beserta istri dan anak sholat berjamaah di rumah. Doa terlantun penuh harap. Selain rezeki yang dicukupkan, mempunyai anak sholeh sholehah adalah hal utama. Permata hati mereka alhamdulllah memahami kondisi keluarga. Si bungsu yang masih TK pun tak rewel seperti anak-anak kebanyakan. Yang tengahpun kalem-kalem saja meski gempuran materi dari teman-teman SMPnya yang kaya tengah bergolak. Sedangkan yang tertua, Harni, yang tengah duduk dibangku SMA tidak menuntut ini itu seperti remaja kebanyakan. Alhamdulillah Allah memang sayang terhadap kami. Rasa kasih sayang, semua tercurah kepada kami yang notabene keluarga tak berkecukupan, keluarga miskin.  
Gempuran paling kuat adalah saat persaingan pedagang Helm yang makin marak. Ada yang menurunkan harga di bawah standar untuk menarik pelanggan. Usaha kami pun terkena imbas. Awal sehari dapat mendatangkan pelanggan 8 sampai 10 ,sekarang terkadang tak satupun Helm terjual. Pulang tanpa membawa apapun pernah. Kadang sampai hanya minum air tanpa makan dalam sehari. Semua adalah cobaan. Kami bersabar. Komunikasi serta rasa sayang, percaya terhadap pasangan kami perkuat. Tanpa dia aku apa ,tanpa aku dia tak daya. Allah Maha Pemberi Rahmat dengan cinta.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar